REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Beberapa daerah seperti Tangerang hingga Jakarta melarang pelaksanaan tradisi ziarah kubur atau nyekar hari raya Idul Fitri tahun ini. Kebijakan ini diambil sebagai upaya mitigasi penyebaran Covid-19 yang masih belum usai. Padahal aktivitas nyekar sudah menjadi agenda yang biasa dilakukan banyak warga Indonesia saat lebaran.
Sebenarnya, apa hukum Islam terkait tradisi ziarah kubur ini? Apakah wajib atau bahkan dilarang? Bagaimana pendapat ulama terkait pelarangan tradisi nyekar ini?
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Sholahuddin Al-Aiyub, mengatakan nyekar atau ziarah kubur adalah ajaran yang dulunya sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Namun kemudian Nabi menganjurkannya karena beberapa manfaat yang terkandung dalam ziarah kubur. Rasulullah SAW bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ، وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا.
“Aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang ziarahilah kubur karena ziarah kubur dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, mengingatkan negeri Akhirat dan janganlah kalian mengucapkan kata-kata kotor (di dalamnya).” (HR Al Hakim)
Menurutnya, hadits tersebut sudah menjelaskan bolehnya perlaksanaan tradisi nyekar atau ziarah kubur. Tradisi ini merupakan kebiasaan yang baik karena dapat mengingatkan seseorang kepada kematian agar lebih berupaya mencari bekal amal saleh untuk akhirat.
“Apa yang dilakukan saat ziarah kubur itu? Pertama mendoakan orang yang sudah meninggal karena yang dibutuhkan bagi dia sekarang kan doa. Kedua adalah tadzkiratul maut (mengingat kematian), mengingatkan kita kalau suatu saat juga kita akan seperti itu,”ungkapnya.
Sedangkan waktu pelaksanaannya bisa dilakukan kapanpun, meski ada beberapa waktu yang termasuk sebagai waktu utama. “Bisa kapan pun. Memang ada afdoliyah (keutamaan) malam Jumat misalnya seperti anjuran membaca Yasin pada malam Jumat,” katanya.
Adapun terkait larangan beberapa pemerintah daerah untuk nyekar saat lebaran adalah hal yang bisa dimaklumi. Kebijakan ini disebutnya diputuskan demi melindungi keselamatan jiwa masyarakat.
“Kalau saat ini mungkin lebih banyak pada aspek Covid-19nya. Karena ziarah yang kemudian difokuskan di hari-hari tertentu ini, potensi kerumunannya tinggi. Maka dari itu kalau pemerintah dilakukan pelarangan, lebih banyak kerena mitigasi untuk protokol kesehatan,” jelasnya.
“Jadi tidak apa-apa (larangan ini). Jangan kan ziarah kubur, orang sholat berjamaah aja ada pembatasan kan,” tambahnya.