REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengeluarkan surat penundaan pelaksanaan pengangkatan perangkat desa. Penundaan menyusul proses penyidikan Bareskrim Polri terkait dengan kasus dugaan jual beli jabatan yang turut serta menyeret Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat (Kasubag Humas) dan Protokol Pemkab Nganjuk Asti Widyartini mengemukakan surat tersebut dikeluarkan untuk ditindaklanjuti oleh camat se-Kabupaten Nganjuk. "Benar (surat dikeluarkan) untuk camat se-Kabupaten Nganjuk," katanya di Nganjuk, Selasa (10/5).
Surat Edaran tersebut dikeluarkan pada 10 Mei 2021 kepada camat se-Kabupaten Nganjuk tentang terjadinya kejadian luar biasa dalam proses pengangkatan perangkat desa dan tindak lanjutnya. Dalam surat juga dijelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Bupati Nganjuk Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa disebutkan bahwa proses pengangkatan perangkat desa dihentikan karena terjadi kejadian luar biasa.
Kejadian itu adalah adanya proses penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi dalam pelaksanaan pengangkatan perangkat desa yang dapat menimbulkan ketidakpastian terhadap tahapan maupun hasil pelaksanaan pengangkatan perangkat desa dan berpotensi menimbulkan gangguan ketentraman dan ketertiban umum di masyarakat. Untuk itu, dalam SE juga dijelaskan untuk koordinasi kepada anggota tim pengawas untuk menunda atau menghentikan pelaksanaan pengangkatan perangkat desa dengan alasan telah terjadi kondisi luar biasa.
Selain itu, juga memerintahkan kepada kepala desa yang belum melaksanakan pengangkatan perangkat desa agar tidak melaksanakan kegiatan tersebut sampai dengan adanya petunjuk lebih lanjut. Surat tersebut ditandatangani oleh Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi (kini Plt).
Hal itu karena saat ini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat masih menjadi tahanan, sebagai tersangka kasus jual beli jabatan dalam operasi tangkap tangan Bareskrim dan KPK.Asti Widyartini juga berharap baik camat maupun kepala desa mematuhi surat yang telah dikeluarkan tersebut. Ia menyayangkan jika ada perangkat desa yang tidak patuh dengan tetap melakukan pengangkatan perangkat desa.
"Pada dasarnya kan sudah ada surat edaran tersebut yang harus dipedomani," ucap dia.
Sebelumnya, KPK dengan Bareskrim Polri melakukan OTT yang melibatkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk.
Sebagai penerima, yakni Novi Rahman Hidayat (NRH) dan M Izza Muhtadin (MIM) selaku ajudan Bupati Nganjuk. Sedangkan pemberi suap, yaitu Dupriono (DR) selaku Camat Pace, Edie Srijato (ES) selaku Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro, Haryanto (HR) selaku Camat Berbek, Bambang Subagio (BS) selaku Camat Loceret, dan Tri Basuki Widodo (TBW) selaku mantan Camat Sukomoro. Barang bukti yang sudah diperoleh berkaitan kasus tersebut, yaitu uang tunai sebesar Rp647.900.000 dari brankas pribadi Bupati Nganjuk, delapan unit telepon genggam, dan satu buku tabungan Bank Jatim atas nama Tri Basuki Widodo.
Adapun modus operandinya, para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan Bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka dan pengisian jabatan tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk. Selanjutnya, ajudan Bupati Nganjuk menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Nganjuk.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyerahkan surat penunjukan kepada Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi sebagai Pelaksana Tugas Bupati Nganjuk. Kegiatan tersebut berlangsung di Gedung Negara Grahadi Surabaya, pada Selasa (11/5) malam yang juga dihadiri pejabat Pemkab Nganjuk serta jajaran forkopimda.