Jumat 14 May 2021 00:15 WIB

Eks Pimpinan Ketua KPK: Harus Diminta Atau Diberhentikan

Surat keputusan pimpinan KPK soal penonaktifan 75 pegawai itu dibuat tertanggal 7 Mei

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Eks Pimpinan Ketua KPK Bambang Widjojanto memberikan keterangan pers.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Eks Pimpinan Ketua KPK Bambang Widjojanto memberikan keterangan pers.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto berpendapat, bahwa Ketua KPK Firli Bahuri harus diminta mundur atau diberhentikan. Hal tersebut disampaikan menyusul Surat Keputusan (SK) penonaktifan 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat (TMN) berdasarkan tes wawasan kebangsan(TWK).

"Karena secara faktual hanya akan mereproduksi masalah dengan hasil kerja yang nihil mengesankan serta mendestruksi seluruh upaya dan pencapaian pemberantasan korupsi," katanya dalam keterangan, Rabu (12/5).

Dia mengatakan, kinerja KPK secara keseluruhan langsung dapat meruntuhkan kewibawaan lembaga antirasuah tersebut. Hal itu, kata dia, sekaligus merusak citra pemerintahan Presiden Jokowi yang tengah berupaya mempertahankan kepercayaan publik.

Dia beperdapat, ini saatnya berpikir waras dan menakar mata hati secara bijak dan obyektif untuk meminta Ketua KPK berhenti jika tidak ingin diberhentikan. Dia mengatakan, hal tersebut dilakukan agar pemberantasan korupsi secara konsisten dapat menjadi kenyataan.

"Apakah hanya gegera kebijakan Ketua KPK di atas, sinyalemen bahwa bangsa ini ingin dinistakan karena tak mampu menaklukan korupsi sehingga membuat rakyat kian sengsara dan pemerintahan menanggung aib berkepanjangan karena tak konsisten memberantas korupsi harus menjadi kenyataan?" katanya.

Surat keputusan pimpinan KPK soal penonaktifan 75 pegawai itu dibuat tertanggal 7 Mei 2021 dengan nomor 652 Tahun 2021. Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri membantah, terkait penonaktifan tersebut.

Dia mengatakan, pelaksanaan tugas pegawai yang bersangkutan selanjutnya berdasarkan atas arahan atasan langsung yang ditunjuk. Dia berdalih, bahwa hal itu dilakukan guna memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan.

"Dapat kami jelaskan bahwa saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif, karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku," kata Ali Fikri.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement