Jumat 14 May 2021 09:34 WIB

Puasa Syawal Bukan Sunah? Ini Penjelasannya

Menurut Imam Malik, puasa di bulan Syawal tak termasuk sunah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Ilustrasi Puasa
Foto:

.

Apa yang dilakukan dan dipraktekkan oleh Imam Malik dalam fatwa beliau terkait Amal Ahl Madinah bukan tanpa alasan. Hadis ahad yang shohih tidak langsung diamalkan, jika itu memang bertentangan dengan pekerjaan penduduk Madinah. Berbeda dengan hadis mutawatir yang langsung diamalkan tanpa melirik pekerjaan penduduk Madinah.

Ustaz Zarkasih menjelaskan, Nabi Muhammad SAW, selain di Makkah, beliau juga membangun syariah di Madinah, bisa dikatakan bahwa Madinah adalah Mahall al-Tasyri' (tempat atau kota pensyariatan). Banyak syariat-syariat Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau di Madinah.

"Dan ketika syariat itu diturunkan, Nabi Muhammad SAW pasti menginformasikan kepada para sahabat, lalu dijalankan syariat itu oleh para sahabat. Sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW meninggal, syariat yang pernah diturunkan dan dijalankan tidak mungkin hilang," jelas Ustaz Zarkasih.

Ia melanjutkan, syariat itu terus dijalankan dan turun temurun kepada generasi-generasi selanjutnya setelah sahabat di Madinah. Akhirnya itu menjadi kebiasaan yang biasa dilakukan oleh penduduk Madinah. Artinya bahwa 'Amal Ahl Madinah itu diriwayatkan bukan hanya oleh satu orang, akan tetapi diriwayatkan oleh seluruh penduduk negeri.

Ustaz Zarkasih mengatakan, ketika sampai pada masanya Imam Malik, beliau justru tidak melihat ada orang alim dan juga para ahli fiqih di Madinah yang berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan.

Jadi, kalau dibanding dengan hadis Abu Ayyub al- Anshariy yang hanya diriwayatkan oleh satu orang di setiap tingkatan sanad, tentu jauh lebih kuat 'Amal Ahl Madinah yang diriwayatkan oleh penduduk satu negeri.

Maka wajar saja kalau memang Imam Malik lebih mengedepankan pekerjaan penduduk Madinah daripada hadis ahad. Beliau melihat bahwa Madinah dianugerahi sebagai tempat turunnya syariat.

Imam Malik mengatakan, "Dan para ahli ilmu memakruh-kan itu (puasa enam hari di bulan Syawal), dan mengkhawatikan bahwa itu adalah sebuah bidah, dan (khawatir) kalau orang-orang awam menganggap itu bagian dari Ramadhan (padahal bukan)." (al-Istidzkar 3/379)

Ustaz Zarkasih menegaskan, sejatinya kekhawatiran sang imam saat ini sudah tidak bisa dijadikan alasan atas kemakruhan puasa Syawal. "Sebab tidak ada orang awam zaman sekarang yang meyakini bahwa puasa Syawal itu adalah sebuah kewajiban yang merupakan bagian dari Ramadhan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement