REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam surah at-Taubah ayat 30, Allah SWT berfirman tentang sosok Uzair. Orang-orang Yahudi mengatakan, Uzair adalah “putra Allah.” Ucapan mereka itu tak ubahnya orang-orang Nasrani yang menyebut Nabi Isa AS bin Maryam sebagai “anak Allah.”
Siapakah Uzair? Kisah tentangnya juga disebutkan dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 259. Artinya sebagai berikut.
“Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?’ Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, ‘Berapa lama engkau tinggal (di sini)?’ Dia (orang itu) menjawab, ‘Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.’ Allah berfirman, ‘Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun.
Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.’ Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, ‘Saya mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.’”
Dalam menafsirkannya, Ibnu Katsir menjelaskan, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan, “orang itu” dalam ayat tersebut sebagai Uzair. Namun, ada pula yang menyebut, sosok yang dimaksud adalah Khidir. Sebagian menduga, dialah Armiya bin Khalqiya.
Bagaimanapun, lanjut Ibnu Katsir, pendapat yang masyhur mengatakan, Uzair adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah kepada Bani Israil. Ia hidup pada masa antara Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, juga antara Nabi Zakariya dan Nabi Yahya.
Ketika itu, di tengah Bani Israil tak ada seorang pun yang hafal Taurat. Allah pun memberikan ilham kepada Uzair untuk menghafal Taurat dan mengajarkannya pada Bani Israil.