REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Analis di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, Hugh Lovatt, mengatakan, serangan pasukan Israel ke warga Palestina kali ini adalah ujian nyata dan pertama bagi UEA, yang selama bertahun-tahun diam-diam telah membina hubungan dengan Israel.
"Dari perspektif Netanyahu, Perjanjian Abraham membuktikan keyakinannya yang telah lama dipegang bahwa Palestina dapat dikesampingkan secara efektif saat Israel mengembangkan hubungannya dengan negara-negara tetangga," kata Lovatt dikutip dari Times of Israel, Sabtu (15/5).
Terkait apakah UEA siap mempertaruhkan hubungannya dengan Israel demi Palestina, Lovatt menilai, tidak untuk saat ini. Hal itu merujuk pada keuntungan seperti kemitraan teknologi dan akses ke perangkat keras militer dari AS.
"Mengingat kepentingan bilateral yang mendalam yang mendasari normalisasi untuk Israel dan UEA, eskalasi di Palestina mungkin sebagai goncangan yang cepat, bukan sebagai dinding bata," kata dia memberi perumpamaan.
Sementara, analis di wadah pemikir Crisis Group, Elham Fakhro, menilai serangan Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem telah mempermalukan negara-negara Teluk yang menjalin hubungan dengan negara Israel.
Menurutnya itu juga membebani kesepakatan normalisasi sejumlah negara Teluk dengan Israel termasuk perjanjian Abraham Accords. "Ini sebagian besar dimaksudkan sebagai ujian hubungan terhadap masyarakat Arab domestik dan regional yang terus mendukung Palestina," kata Elham Fakhro.
Beberapa waktu yang lalu, sejumlah negara Arab menormalisasi hubungan dengan Israel. Di antaranya, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko. UEA dan Bahrain menjadi negara yang telah jelas meneken perjanjian yang disebut Abraham Accords dengan Israel. Abraham Accords sendiri telah menyapu konsensus puluhan tahun dan dikutuk sebagai pengkhianatan oleh para pemimpin Palestina.
Di sisi lain, masyarakat Bahrain dan UEA mengecam tindakan Israel terhadap warga Palestina. Di Bahrain, demonstrasi harian telah dilakukan untuk mendukung rakyat Palestina. Di UEA, yang memiliki pembatasan ketat di media sosial, banyak pengguna membagikan video dan foto untuk mengecam pasukan Israel.