Ahad 16 May 2021 00:05 WIB

Bamus Betawi Bela Anies Soal Kebijakan Ziarah Kubur

Kerumunan jumlah besar berisiko dalam penyebaran Covid.

Suasana Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Jakarta, Jumat (14/5). Biasanya saat perayaan lebaran TPU ini ramai dikunjungi warga untuk berziarah namun kini tampak sepi. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan kegiatan ziarah di TPU di Jabodetabek ditiadakan mulai 12 hingga 16 Mei Hal ini untuk mengurangi mobilisasi warga selama Lebaran demi mengantisipasi risiko peningkatan kasus penularan COVID-19.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Suasana Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Jakarta, Jumat (14/5). Biasanya saat perayaan lebaran TPU ini ramai dikunjungi warga untuk berziarah namun kini tampak sepi. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan kegiatan ziarah di TPU di Jabodetabek ditiadakan mulai 12 hingga 16 Mei Hal ini untuk mengurangi mobilisasi warga selama Lebaran demi mengantisipasi risiko peningkatan kasus penularan COVID-19.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi tidak sepakat dengan pernyataan dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta yang mengkritisi kebijakan Gubernur Anies Baswedan terkait melarang ziarah kubur. Anies melarang ziarah saat perayaan Idul Fitri di tengah pandemi, namun memperbolehkan pariwisata.

Wakil Ketua Umum Bamus Betawi, Rachmat HS, mengatakan pihaknya memahami kebijakan Anies yang melarang ziarah kubur di wilayah DKI Jakarta selama liburan Lebaran 2021.

Baca Juga

"Sebagai pemimpin sektoral di Jakarta, Pak Anies paham betul tentang kecenderungan warga Ibu Kota yang sulit menghindari kerumunan ziarah kubur saat lebaran. Karena mereka bahkan rela berdesak-desakan antre masuk areal pemakaman untuk ziarah, dan ini kan berisiko tinggi menimbulkan kerumunan hingga berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19 di Jakarta," kata Rachmat dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu.

Lebih lanjut, Rachmat memandang ritual ziarah kubur di penghujung bulan Ramadhan atau saat lebaran bukan spesifik tentang budaya Betawi tetapi sebagai bagian rangkaian tradisi keagamaan setelah umat Islam berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh."Ini soal kebiasaan saja, bukan tentang budaya Betawi. Bahwasanya ini tradisi dari ritual lebaran kita, iya. Tapi, menurut saya ini bukan bagian dari budaya Betawi. Seluruh masyarakat Indonesia saya kira juga punya tradisi berziarah yang sama," ucap Rachmat.

Selain itu, Rachmat juga mengaku tidak setuju dengan pernyataan seolah Anies melarang ziarah kubur. Ini mengingat kebijakan tersebut dibuat sebagai upaya dalam konteks perang melawan pandemi Covid-19."Jadi, ini bukan melarang orang berziarah, tapi Pak Anies ingin mencegah potensi terjadinya kerumunan, Pak Anies khawatir ini akan menimbulkan kerumunan spontan seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang beberapa waktu lalu," tutur Rachmat.

Rachmat juga menyebut, di momen lebaran kemungkinan terjadi kerumunan yang berujung pada lonjakan kasus sangat besar. Terlebih dari data Satgas Covid-19 mencatat per H-1 lebaran atau 13 Mei kemarin, pasien Covid-19 di DKI melonjak jadi 785 kasus dari hari sebelumnya yang 600 kasus."Ini jelas kenaikan angka yang mengkhawairkan, nah Pak Anies yang mengerti situasi keadaan perkembangan lonjakan Covid-19 di Jakarta kemudian bergerak cepat dengan kebijakan (larangan ziarah) ini. Bisa dibayangkan, kalau TPU misalnya buka lalu masyarakat berbondong-bondong datang berziarah dan terjadi kerumunan. Lalu kita ribut lagi saling menyalahkan satu sama lain?," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua PWNU DKI Jakarta Syamsul Ma'arif melayangkan kritik terhadap Seruan Gubernur Pemprov DKI Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengendalian Aktivitas Masyarakat dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada Masa Libur Idul Fitri 1442 H/ 2021 M.Di dalam seruan itu, terdapat dua kebijakan yang menurut Kiai Syamsul menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur Anies Rasyid Baswedan tidak konsisten. Sebab, kegiatan ziarah kubur dilarang atau ditiadakan pada 12-16 Mei 2021 mendatang, sedangkan tempat wisata seperti Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Margasatwa Ragunan tetap dibuka.

"Ini Gubernur (Pemprov DKI) tidak konsisten. Kuburan (ziarah) nggak boleh tapi Ancol dibuka. Padahal kan sama-sama tempat terbuka," ucap Syamsul, Selasa (11/5).

Syamsul berpendapat sebaiknya pelaksanaan ziarah kubur diatur agar aman dari Covid-19, semisal, jumlah peziarah dibatasi dan diawasi petugas. Hal ini dikarenakan mengingat ziarah kubur merupakan bagian dari budaya orang Betawi."Karena kalau larangan, orang melawan, karena orang akan berpendapat pemerintah ini tidak konsisten, tempat-tempat hiburan dibuka. Sama, salat tarawih dibiarkan, biasa, nggak ada larangan, shalat Id, biasa, nggak ada larangan," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement