Senin 17 May 2021 20:00 WIB

Puasa Syawal atau Qadha Puasa Ramadhan Terlebih Dahulu?

Membayar puasa Ramadhan yang terlewat jauh lebih utama

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Membayar puasa Ramadhan yang terlewat jauh lebih utama. Ilustrasi Puasa
Foto: Republika/Mardiah
Membayar puasa Ramadhan yang terlewat jauh lebih utama. Ilustrasi Puasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Saat ini kita sedang berada di Syawal, bulan dimana terdapat sunnah anjuran berpuasa enam hari setelah, setelah 1 Syawal. Manakah yang harus didahulukan puasa sunat enam hari Syawal atau mengganti puasa Ramadhan yang terlewat? 

Anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), KH Hamdan Rasyid, menjelaskan, puasa enam hari Syawal memiliki keutamaan yang istimewa, seperti yang diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya: 

Baca Juga

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“ Dari Abu Ayub Al Anshari RA, Rasulullah SAW berkata, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR Muslim)

“Karena setiap ibadah itu minimal akan mendapat pahala 10 kali lipat, kalau orang berpuasa selama satu bulan selama Ramadhan maka nilai pahalanya sama sepeti puasa sepuluh bulan, lalu jika ditambah enam hari puasa Syawal maka pahalanya sama seperti puasa 60 hari (dua bulan) sehingga diakumulasikan menjadi 12 bulan (satu tahun). Itu logika menghitung pahala, bisa jadi lebih dari itu,” jelas anggota Komisi Fatwa MUI itu kepada Republika.co.id, Senin (17/5).

Lebih lanjut, lulusan doktoral ushul fikih UIN Jakarta ini menyarankan untuk mendahulukan ibadah fardhu, seperti membayar hutang puasa Ramadhan, sebelum melakukan puasa sunnah Syawal. Dia juga menganjurkan agar hutang (qadha) puasa Ramadhan, disegerakan, dan lebih baik lagi jika dapat ditunaikan di bulan Syawal.

“Tentu seharusnya mendahulukan yang wajib, karena ibadah itu selalu memprioritaskan yang Fardhu, jadi bagi siapapun yang punya hutang puasa ramadhan, baik karena bepergian (musafir), hamil, haid, sakit, atau lainnya, itu sebelum dia puasa sunnah Syawal, sebaiknya dahulukan membayar qadha puasanya, baru setelahnya puasa sunnah Syawal,” jelasnya. 

“Memang membayar hutang puasa, sebaiknya dilakukan di bulan Syawal, tapi kalau tidak memungkinkan bisa dilakukan di bulan lain. Tapi lebih afdal kalau dikerjakan di bulan Syawal,” sambungnya. 

Dia juga menegaskan bahwa kedua niat puasa tersebut tidak dapat digabungkan. Menurutnya, puasa qadha Ramadhan dan puasa sunnah Syawal memiliki hukum yang berbeda, sehingga pengerjaannya juga harus dipisahkan. 

“Kalau saya sendiri, karena jenis ibadahnya beda, fardhu dan sunnah, maka pengerjaannya harus masing-masing, sama halnya seperti sholat dzuhur yang tidak bisa digabungkan dengan sholat qabliyah atau ba’diyah, itu harus dikerjakan sendiri sendiri. Jadi tidak bisa digabung-gabung seperti itu,” tuturnya. 

Adapun pengerjaan puasa Syawal, menurut mantan anggota KPU DKI ini tidak harus dilakukan secara berturut-turut. “Puasa Syawal itu tidak harus berturut-turut, misalnya sehari puasa besok tidak, tidak masalah. Jadi tidak ada ketentuan harus berturut-turut,” kata dia. 

Selain untuk mendulang pahala, puasa Syawal, kata Kiai Hamdan, juga berguna sebagai penyempurna ibadah yang mungkin belum maksimal saat Ramadhan. Puasa Syawal, kata dia, juga difungsikan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

“Cara terbaik untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta adalah menunaikan ibadah fardu dan melaksanakan ibadah sunnah semaksimal mungkin,” ujarnya. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement