Selasa 18 May 2021 08:22 WIB

Ribuan Penduduk di Barat Myanmar Sembunyi di Hutan

Ribuan penduduk melarikan diri ke hutan demi menghindari serangan pasukan negara

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Orang-orang yang membawa demonstrasi yang terluka selama protes kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 22 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras terhadap demonstrasi yang ditingkatkan oleh pasukan keamanan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Orang-orang yang membawa demonstrasi yang terluka selama protes kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 22 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras terhadap demonstrasi yang ditingkatkan oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, MINDAT -- Ribuan penduduk kota perbukitan di barat laut Myanmar, Mindat, bersembunyi di hutan, desa, dan lembah pada Senin (17/5). Mereka melarikan diri dari serangan pasukan negara ketika tentara maju ke kota setelah berhari-hari memerangi milisi lokal.

Wilayah sekitar 100 km dari perbatasan India di negara bagian Chin, telah menyaksikan beberapa pertempuran paling sengit sejak kudeta 1 Februari. Peristiwa itu menyebabkan munculnya tentara lokal yang mencekik upaya junta untuk mengonsolidasikan kekuasaan.

Baca Juga

Darurat militer dideklarasikan di Mindat pada 13 Mei sebelum tentara melancarkan serangannya. Pasukan itu menggunakan artileri dan helikopter melawan kelompok yang sebagian besar dipersenjatai dengan senapan berburu bernama Pasukan Pertahanan Chinland yang baru dibentuk. Mereka telah mundur untuk menyelamatkan warga sipil agar tidak terjebak dalam baku tembak.

Beberapa penduduk mengatakan makanan tidak mencukupi dan diperkirakan sebanyak 5.000 hingga 8.000 orang telah meninggalkan kota. Jalan-jalan diblokir dan kehadiran pasukan di jalan-jalan mencegah mereka kembali.

"Hampir semua orang meninggalkan kota. Kebanyakan dari mereka bersembunyi," kata seorang pejuang sukarelawan yang berada di hutan.

Seorang perwakilan dari kelompok administratif masyarakat setempat di Mindat mengatakan dia termasuk di antara sekitar 200 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, yang melintasi jalan berbatu dan perbukitan dengan membawa selimut, nasi, dan tempat masak.

Dia mengatakan kelompok itu diserang dengan senjata berat ketika pasukan melihat asap dari api untuk memasak. "Kami harus pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kami tidak bisa menetap di suatu tempat di hutan," katanya.

"Beberapa pria ditangkap saat mereka pergi ke kota untuk mendapatkan lebih banyak makanan untuk kami. Kami tidak dapat masuk ke kota saat ini. Kami akan kelaparan dalam beberapa hari," ujarnya.

Para pejuang di Negara Bagian Chin mengatakan mereka adalah bagian dari Pasukan Pertahanan Rakyat dari pemerintahan bayangan, yang telah meminta bantuan komunitas internasional. Dalam upaya mengoordinasikan pasukan anti-junta, pemerintah bayangan pada Senin mengeluarkan daftar instruksi kepada semua tentara sipil yang dikatakan harus beroperasi di bawah komando dan kendali.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement