REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kementerian Kesehatan Jepang akan mengizinkan penggunaan vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari Moderna. Saat ini, vaksin dari Pfizer menjadi satu-satunya yang digunakan di negara itu, yang tercatat sudah diberikan kepada petugas medis, lansia, dan kelompok orang yang menjadi prioritas.
Dilansir Ani News, setelah Pfizer, Jepang sebelumnya mempertimbangkan Moderna dan AstraZeneca. Kementerian Kesehatan akan mengadakan pertemuan dengan para ahli pada Kamis (20/5) untuk membahas kedua vaksin tersebut, namun kemungkinan memberi lampu hijau persetujuan kepada Moderna terlebih dahulu dengan keputusan yang disarankan para pakar.
Mulai pekan depan, vaksin Covid-19 dari Moderna diharapkan dapat diberikan di seluruh lokasi vaksinasi massal di Jepang. Sementara itu, untuk AstraZeneca, Kementerian Kesehatan disebut masih akan mempertimbangkan dengan hati-hati izin penggunaannya, terkait dengan risiko pembekuan darah dan kemanjuran, serta pertimbangan masukan dari para ahli.
Berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Jepang, AstraZeneca akan memasok dosis vaksin Covid-19 yang cukup untuk 60 juta orang.
Sementara itu, European Medicines Agency (EMA) telah mengizinkan penyimpanan vaksin Pfizer/BioNTech terhadap virus corona dalam kondisi lemari es normal, pada suhu 35 hingga 46 derajat Fahrenheit, hingga 31 hari. Menurut permintaan awal dari produsen, vaksin Pfizer/BioNTech harus disimpan pada suhu sangat dingin antara -80 hingga -60 derajat Celcius (-112 hingga -76 derajat Fahrenheit). Komite obat-obatan manusia (CHMP) EMA telah merekomendasikan perubahan pada kondisi penyimpanan yang disetujui.
Vaksin Covid-19 dari Pfizer/BioNTech dan Moderna sejauh ini diyakini memberikan perlindungan yang cukup dari varian baru virus seperti B.1.617 dan B.1.618 yang pertama kali diidentifikasi di India, para peneliti telah melaporkan dalam makalah pra-cetak baru, yang belum ditinjau sejawat.
Berdasarkan percobaan laboratorium yang melibatkan kultur sel, varian B.1.617 dan B.1.618 tampaknya sebagian resisten terhadap antibodi yang ditimbulkan oleh vaksinasi.
"Jadi, ada alasan kuat untuk percaya bahwa individu yang divaksinasi akan tetap terlindungi dari varian B.1.617 dan B.1.618," tulis para peneliti dari New York University dalam makalah studi.
Namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan seberapa efektif vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna terhadap varian tersebut di dunia nyata. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengklasifikasikan varian virus corona yang pertama kali ditemukan di India sebagai varian yang menjadi perhatian global.
Disebutkan bahwa sejauh ini penelitian menunjukkan mutasi B.1.617 menyebar lebih mudah daripada varian lain dan membutuhkan studi lebih lanjut. Studi baru melibatkan sampel serum yang diukumpulkan delapan orang yang sembuh dari Covid-19, enam orang yang divaksinasi penuh dengan vaksin Pfizer/BioNTech dan tiga orang yang divaksinasi penuh dengan vaksin Moderna.
Para peneliti menganalisis dalam eksperimen laboratorium bagaimana sampel serum menetralkan lentivirus, sejenis retrovirus. Ini dilengkapi dengan mutasi yang sama dengan varian B.1.617 dan B.1.618.