REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah organisasi medis terkemuka mendukung seruan untuk membatalkan Olimpiade Tokyo. Pasalnya, rumah sakit sudah kewalahan karena negara tersebut berjuang melawan lonjakan kasus COVID-19 kurang dari tiga bulan dimulainya Olimpiade.
Asosiasi praktisi medis Tokyo yang mewakili sekitar 6.000 dokter mengatakan rumah sakit di kota tuan rumah Olimpiade itu "sudah sibuk dan hampir tidak memiliki kapasitas cadangan" di tengah melonjaknya kasus infeksi Covid-19. "Kami sangat meminta pihak berwenang agar meyakinkan IOC (Komite Olimpiade Internasional) bahwa penyelenggaraan Olimpiade itu sulit dan meminta keputusannya agar membatalkan Olimpiade," kata asosiasi itu dalam surat terbuka kepada Perdana Menteri Yoshihide seperti dikutip Reuters, Selasa (18/5).
Melonjaknya kasus COVID-19 yang terjadi saat kekurangan staf medis dan tempat tidur rumah sakit di beberapa daerah di ibu kota Jepang itu mendorong pemerintah memperpanjang keadaan darurat ketiga di Tokyo dan beberapa prefektur lainnya hingga 31 Mei. "Institusi medis yang menangani COVID-19 sibuk dan hampir tidak memiliki kapasitas cadangan," kata asosiasi medis itu dalam suratnya.
"Dokter akan menghadapi kesulitan tambahan dalam menangani pasien yang kelelahan karena panas selama bulan-bulan musim panas. Jika Olimpiade berkontribusi pada bertambahnya angka kematian, Jepang akan memikul tanggung jawab maksimum," kata asosiasi itu.
Pakar kesehatan dan kelompok medis lainnya menyuarakan keprihatinan terhadap Olimpiade, sementara petisi online yang menyerukan agar Olimpiade dibatalkan telah ditandatangani oleh ratusan ribu orang. Secara keseluruhan, Jepang telah melakukan upaya membatasi penyebaran virus corona, tetapi pemerintah dikecam keras soal vaksinasi yang lamban di mana baru sekitar 3,5 persen dari total 126 juta penduduk yang sudah divaksinasi.
Menggarisbawahi tantangan vaksinasi, sistem pemesanan untuk situs inokulasi massal yang telah diluncurkan di Tokyo dan Osaka, Senin, mengalami gangguan teknis. Namun, Suga mengatakan, Jepang dapat menjadi tuan rumah "Olimpiade yang aman dan terjamin" sambil tetap mengikuti langkah-langkah antisipasi COVID-19.
Persiapan untuk acara olahraga yang akan digelar pada 23 Juli-8 Agustus itu dilakukan di bawah protokol COVID-19 yang ketat, seperti saat uji coba atletik yang melibatkan 420 atlet pada awal Mei. Olimpiade ditunda satu tahun karena pandemi.
Berdasarkan status keadaan darurat di beberapa bagian Jepang, bar, restoran, ruang karaoke dan tempat lain yang menyajikan alkohol akan tetap tutup, meskipun fasilitas komersial besar bisa buka kembali dalam waktu. Tokyo dan Osaka yang terpukul keras akan terus menutup fasilitas yang lebih besar itu. Jumlah kasus secara nasional turun menjadi 3.680 pada Senin yang merupakan level terendah sejak 26 April, tetapi jumlah infeksi berat mencapai rekor tertinggi 1.235.