Selasa 18 May 2021 17:18 WIB

Aktivis: Junta Myanmar Telah Tewaskan 800 Orang Sejak Kudeta

Militer merespons demonstran antikudeta dengan kekuatan mematikan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.
Foto: EPA
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan sudah membunuh 800 orang lebih sejak kudeta awal Februari lalu. Negara Asia Tenggara itu mengalami gejolak politik sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang sah.

Saat ini Suu Kyi dan pemimpin-pemimpin Partai National League for Democracy (NLD) ditahan pemerintah militer.

Baca Juga

Militer merespons unjuk rasa yang digelar masyarakat pro-demokrasi di kota dengan kekuatan mematikan, sementara pertempuran antara angkatan bersenjata dengan pemberontak etnis di perbatasan dan milisi bersenjata yang baru terbentuk kian memanas.

Organisasi aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan sejauh ini pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan 802 orang. "Ini jumlah yang telah diverifikasi AAPP, jumlah korban jiwanya sebenarnya jauh lebih banyak lagi," kata organisasi itu dalam konferensi pers harian mereka, Selasa (18/5).

Jumlah korban jiwa bertambah enam termasuk di kota-kota di Negara Bagian Chin dan distrik-distrik di Mandalay dan Yangon. Kantor berita Reuters melaporkan jumlah korban jiwa belum dapat diverifikasi secara mandiri dan juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon.

Sebelumnya junta militer Myanmar membantah jumlah korban sipil yang tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi. Mereka mengatakan unjuk rasa juga menewaskan puluhan anggota pasukan keamanan.

AAPP mengatakan pemerintah militer Myanmar telah menahan 4.120 orang sejak kudeta, termasuk 20 orang yang divonis mati.

Beberapa hari terakhir terjadi pertempuran paling intensif sejak kudeta 1 Februari lalu di Kota Mindat sekitar 100 kilometer dari perbatasan Negara Bagian China. Angkatan bersenjata Myanmar bertempur melawan milisi-milisi setempat.

Saksi mata mengatakan ribuan warga kota perbukitan yang terletak sebelah barat laut Myanmar itu bersembunyi di dalam hutan-hutan, desa-desa dan lembah-lembah setelah militer menggelar serangan.

Pekan lalu  pasca-angkatan bersenjata menggelar penyerangan pemerintah Myanmar memberlakukan jam malam. Militer menggunakan artileri dan mengerahkan helikopter untuk melawan milisi Chinland Defence Force yang baru terbentuk. Milisi yang sebagian besar dipersenjatai senjata berburu itu mengatakan mereka mundur agar warga sipil tidak terjebak dalam baku tembak.

Sejumlah warga kota itu mengatakan mereka kekurangan pasokan makanan dan sekitar 5.000 hingga 8.000 orang telah mengungsi. Kehadiran tentara dan jalanan diblokir membuat mereka tidak bisa pulang. "Hampir semua orang meninggalkan kota, sebagian besar bersembunyi," kata sukarelawan pejuang.

Inggris dan Amerika Serikat (AS) sudah meminta angkatan bersenjata untuk menghindari korban jiwa dari sipil. Pemerintah Persatuan Nasional yang dibentuk loyalis Suu Kyi meminta bantuan internasional.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement