Kamis 20 May 2021 05:50 WIB

Menelisik Pemogokan Massal dan Pemberontakan Palestina

Mogok massal terakhir terjadi pada tahun 1936 lalu di era mandat Inggris.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Warga Palestina berjalan melintasi pertokoan yang tutup sebagai aksi  mogok massal di Kota Hebron, Tepi Barat, Palestina.
Foto: Alaa Badarneh/EPA-EFE
Warga Palestina berjalan melintasi pertokoan yang tutup sebagai aksi mogok massal di Kota Hebron, Tepi Barat, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada Selasa (18/5), warga Palestina telah menyerukan pemogokan umum di Yerusalem dan kota-kota di Israel yang ditinggali oleh orang Palestina. Mereka memprotes pelanggaran hak asasi manusia yang telah dilakukan Israel terhadap warga Palestina di seluruh wilayah Palestina.

Mereka menutup semua kegiatan komersial untuk mengecam serangan militer Israel yang tengah berlangsung di Gaza. Akibat serangan itu, lebih dari 200 warga Gaza tewas. Mogok massal ini terakhir terjadi pada tahun 1936 lalu di era mandat Inggris.

Pada tahun 1936, Palestina berada di bawah mandat kolonial Inggris selama hampir 20 tahun. Di bawah Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, Prancis dan Inggris telah membagi sebagian besar Suriah Raya dan Irak yang sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman.

Namun, mandat atas Palestina bukanlah satu-satunya upaya kolonial Inggris di wilayah tersebut. Tanpa sepengetahuan para pemimpin Arab regional dan penduduk Palestina, Inggris telah berjanji dalam Deklarasi Balfour 1917. Deklarasi tersebut mendukung pembentukan kediaman nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.