Rabu 19 May 2021 17:53 WIB

Soal Status Keadaan Wilayah Papua, Ini Jawaban Mahfud

Orang-orang yang terlibat di dalam kelompok teroris itu sudah teridentifikasi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Menkopolhukam Mahfud MD.
Foto: ANTARA/Abriawan Abhe
Menkopolhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan, pemerintah belum berpikir untuk memberlakukan status darurat sipil maupun darurat militer di Papua. Menurut dia, orang yang tergabung dalam kelompok teroris di Papua, hanya sedikit.

"Pemerintah belum pernah sampai saat ini berpikir untuk memberlakukan darurat sipil, apalagi daerah, darurat militer juga nggak," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (19/5).

Mahfud menerangkan, pemerintah berpandangan demikian dengan alasan kelompok tersebut tidak begitu besar. Orang-orang yang terlibat di dalam kelompok teroris itu sudah teridentifikasi. Menurut dia, yang disebut sebagai kelompok teroris hanyalah mereka yang selama ini melakukan tindakan pengacauan.

"Orang-orangnya teridentifikasi sehingga kita sebut orang itulah terorisnya bukan Papua terorisnya. Bukan juga organisasi Papua, karena di Papua itu ada tiga lapis gerakan," jelas Mahfud.

Pertama, yakni kelompok yang melakukan gerakan politik. Kelompok ini menghendaki Papua menjadi seperti yang mereka inginkan, bahkan ada yang menyatakan ingin Papua merdeka. 

Kelompok ini Mahfud ajak berembuk karena pemerintah melakukan pendekatam kesejahteraan dan kedamaian dalam penyelesaian masalah di Papua. "Ayok kita berembuk, kita pendekatannya kesejahteraan dan kedamaian," kata Mahfud.

Kelompok kedua, kata dia, merupakan kelompok klandestin. Kelompok ini juga dia ajak untuk berembuk membahas apa yang menjadi persoalan di Papua. Kelompok ketiga, dia sebut sebagai kelompok teroris. Sebab, kelompok ini melakukan tindakan pengacauan dan merusal objek vital di Papua.

"Klandestin juga kita ajak berembuk. Tapi ketiga, yang kecil ini dan ada nama-namanya ini, itulah yang kita sebut teroris. Jadi yang besar itu yang 90 persen, mari kita ajak berembuk. Itulah sebabnya presiden  menurunkan Inpres (Nomor 9 Tahun 2020) tadi," kata Mahfud.

Mahfud menerangkan, kelompok ketiga itu telah memenuhi unsur sebagai kelompok teroris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018. Menurut dia, kelompok itu melakukan tindakan pengacauan, meresahkan masyarakat, merusak objek vital, dan hal lainnya.

"Pegawai KPU disembelih di tengah jalan yang begitu-begitu. Apalagi bandara diganggu, pesawat dibakar, rumah orang dibakar, sekolah dibakar, nah itu yang teroris memenuhi unsur UU nomor 5 tahun 2018," kata dia.

Dia menjelaskan, pemerintah sudah menangani persoalan tersebut selama puluhan tahun dengan melakukan pendekatan dialogis. Namun, kelompok kecil itu tetap tak bisa diajak berdialog. Atas dasar itu penindakan terhadap kelompok itu dilakukan. 

Penindakan akan terus menerus dilaksanakan hingga tindakan yang mereka lakukan itu dihentikan. "Kita nggak punya target, pokoknya selama itu masih ada aparat keamanan, penegak hukum masih akan terus bekerja," jelas Mahfud.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement