REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab menyarankan, agar pihak kepolisian mengusut peretasan terhadap aktivis anti korupsi. Dia memandang, kepolisian mesti responsif dalam menangani masalah semacam ini.
Amiruddin menegaskan, aksi peretasan guna mencegah aktivis menyampaikan pendapatnya bukan lagi termasuk pelanggaran kebebasan berekspresi. Dia menganggap, aksi semacam itu sudah masuk kategori kejahatan kriminal.
"Itu tindakan kriminal, polisi mesti telusuri unsur pidananya," kata Amiruddin kepada Republika, Rabu (19/5).
Hingga saat ini, Amiruddin menyampaikan para korban peretasan dalam konferensi pers aktivis anti korupsi belum melapor ke Komnas HAM. Namun Komnas HAM siap membantu bila laporan sudah masuk.
"Belum ada pengaduan masuk sampai sekarang," ujar Amiruddin.
Di sisi lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menyampaikan lembaganya belum menentukan sikap pasca upaya peretasan saat menggelar konferensi pers daring bersama beberapa mantan pimpinan KPK pada Senin (17/5). Ia menyebut ICW tengah membahas langkah apa yang perlu diambil ke depannya.
"Belum ada tindaklanjutnya, sedang akan dibahas bersama koalisi (koalisi masyarakat sipil)," ucap Wana.
Wana belum bisa memastikan kapan ICW akan mengeluarkan sikap terkait upaya peretasan. Untuk saat ini, pihak ICW juga belum melaporkannya ke kepolisian.
"Setelah dibahas baru akan dikeluarkan sikap ICW. Sampai sekarang belum dilaporkan ke kepolisian," ujar Wana.
Sebelumnya, upaya peretasan dialami oleh anggota ICW hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Pembicara yang hadir dalam ruangan zoom yakni enam mantan pimpinan KPK yakni Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, Saut Situmorang, Moch Jasin, Bambang Widjijanto dan Agus Rahardjo. Sementara itu peneliti ICW yang hadir yakni Nisa Zonzoa, Kurnia Ramadhana, dan Tamima.