REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Filipina memprotes moratorium penangkapan ikan di Laut China Selatan (LCS) yang diberlakukan China selama 1 Mei-16 Agustus 2021. Berdasarkan informasi yang diumumkan Kementerian Pertanian dan Urusan Perdesaan China, moratorium mencakup “perairan utara 12 derajat lintang utara” di Laut China Selatan.
Filipina, melalui Departemen Luar Negeri (DFA), menegaskan tidak mengakui moratorium tersebut karena larangan mencakup daerah kedaulatan Filipina.
“Perairan tersebut mencakup area di mana Filipina menjalankan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya,” kata DFA dalam pernyataannya, Selasa malam.
Filipina mengingatkan atas putusan arbitrase internasional pada 2016 yang dimenangkan Filipina atas China mengenai sengketa Laut China Selatan.
Filipina mengutip paragraf 716 bahwa dengan menerapkan moratorium penangkapan ikan di Laut China Selatan tanpa mengecualikan zona ekonomi eksklusif Filipina serta membatasi moratorium hanya untuk kapal China, Tiongkok telah melanggar Pasal 56 UNCLOS 1982.
Filipina menegaskan, moratorium tersebut jauh melampaui hak maritim China yang sah di bawah UNCLOS, serta tidak berdasarkan hukum internasional. “China tidak bisa secara hukum memaksakan atau melaksanakan moratorium semacam itu di Laut Filipina Barat,” ucap DFA.
Maka dari itu, Filipina sangat mendesak China agar menghentikan tindakan apa pun yang melanggar kedaulatan Filipina serta bertentangan dengan hukum internasional.
Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte sebelumnya meremehkan putusan pengadilan arbitrase internasional atas sengketa Laut China Selatan dan menganggapnya tidak berarti.
Pada 2016, pengadilan arbitrase internasional membantah klaim China seluas 90 persen dari Laut China Selatan. China juga disebut melanggar hak tradisional Filipina untuk mengambil ikan di Scarborough Shoal, bagian dari Laut China Selatan.
Duterte menegaskan dirinya tidak akan menyia-nyiakan hubungan baik yang telah dibangun oleh pemerintahannya dengan Beijing. Adapun sepanjang tahun 2021, Filipina sudah mengajukan setidaknya lima protes diplomatik terhadap China terkait isu Laut China Selatan.