REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah belum berpikir memberlakukan status darurat sipil maupun darurat militer di Papua. Menurut dia, orang yang tergabung dalam kelompok teroris di Papua hanya sedikit.
"Pemerintah belum pernah sampai saat ini berpikir untuk memberlakukan darurat sipil, apalagi daerah, darurat militer juga enggak," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (19/5).
Mahfud menerangkan, orang yang terlibat di dalam kelompok teroris itu sudah teridentifikasi. Menurut dia, yang disebut sebagai kelompok teroris hanyalah mereka yang selama ini melakukan tindakan pengacauan. "Bukan organisasi Papua, karena di Papua itu ada tiga lapis gerakan," jelas Mahfud.
Pertama, yakni kelompok yang melakukan gerakan politik. Kelompok ini menghendaki Papua menjadi seperti yang mereka inginkan, bahkan ada yang menyatakan ingin Papua merdeka. Mahfud mengajak kelompok ini berembuk karena pemerintah melakukan pendekatam kesejahteraan dan kedamaian dalam penyelesaian masalah di Papua.
"Ayok kita berembuk, kita pendekatannya kesejahteraan dan kedamaian," kata Mahfud.
Kelompok kedua merupakan klandestin. Kelompok ini juga diajak berembuk membahas apa yang menjadi persoalan di Papua. Kelompok ketiga adalah teroris. Selama ini kerap disebut kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau separatis bersenjata (KKSB).
"Yang kecil ini dan ada nama-namanya ini, itulah yang kita sebut teroris. Jadi yang besar itu yang 90 persen, mari kita ajak berembuk. Itulah sebabnya presiden menurunkan Inpres (Nomor 9 Tahun 2020) tadi," kata Mahfud.
Mahfud menerangkan, kelompok ketiga itu telah memenuhi unsur sebagai kelompok teroris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018. "Pegawai KPU disembelih di tengah jalan yang begitu-begitu. Apalagi bandara diganggu, pesawat dibakar, rumah orang dibakar, sekolah dibakar, nah itu yang teroris memenuhi unsur UU nomor 5 tahun 2018," kata dia.
Dia menjelaskan, pemerintah sudah menangani persoalan tersebut selama puluhan tahun dengan melakukan pendekatan dialogis. Namun, kelompok itu tetap tak bisa diajak berdialog. "Kita enggak punya target, pokoknya selama itu masih ada aparat keamanan, penegak hukum masih akan terus bekerja," jelas Mahfud.
Sementara, Polri mengaku belum memiliki data pasti jumlah sebaran simpatisan dan para pendukung kelompok teroris tersebut. Mabes Polri meyakini, jumlah anggota KKSB yang teridentifikasi dan masuk dalam daftar pengejaran Satgas Nemangkawi tak lebih dari 150-an orang.
Kabag Penum Humas Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan menjelaskan, jumlah 150-an anggota KKSB yang teridentifikasi tersebut diduga berada di hutan-hutan pedalaman Papua. “Anggota KKB itu, 150-an orang yang militan. Tetapi simpatisannya, kita belum bisa mengetahui seberapa jumahnya,” kata dia, kemarin.
Ramadhan mengatakan, anggota KKSB Papua yang militan tersebut berbahaya bagi keamanan masyarakat sipil di Bumi Cenderawasih. Karena, dikatakan dia, tak cuma menyasar dan membunuh anggota keamanan, namun juga warga sipil biasa.
“Artinya, mereka ini (militan KKB) bersenjata. Senpi (senjata api) ya, dan juga senjata tajam,” ujar dia.
Menurut dia, pembacokan dua personil TNI yang gugur pada Selasa (18/5) juga dilakukan militan KKSB. Peristiwa di Perkampungan Dekai, Yahukimo itu, menewaskan Prada Ardiyudi dan Praka Alifnur dari satuan Yonif Linud 432 Kostrad. Dari hasil pengungkapan peristiwa, pelaku penyerangan terhadap aparat keamanan tersebut, tak lebih dari 20 orang.
“Tentunya ini, TNI dan Polri, masih melakukan pengejaran terhadap pelaku pembacokan tersebut, yang diduga dilakukan kelompok KKSB, atau kelompok OPM,” terang Ramadhan.
Pemisahan
Mahfud menyatakan pengejaran terhadap KKSB dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan korban dari warga sipil. Ia mengeklaim aparat cukup berhasil memisahkan masyarakat sipil dengan para pelaku teror.
"Setelah ditetapkan KKB sebagai kelompok teroris, aparat keamanan berusaha dan cukup berhasil sekarang ini memisahkan antara masyarakat sipil dan para pelaku teror," kata Mahfud.
Mahfud menyatakan, kontak senjata masih terus terjadi di wilayah Papua. Karena itu, dia meminta TNI, Polri, dan pemerintah daerah melakukan tindakan cepat, tegas, dan terukur.
"Aparat keamanan akan terus mengejar dan melumpuhkan para pelaku teror untuk melindungi masyarakat agar merasa aman dari tindakan teror yang dilakukan oleh kelompok kecil orang, tetapi mengganggu," jelas dia.
KKSB Vs TNI-Polri
Setelah Label Teroris:
- Pada 13 Mei, kontak senjata terjadi di Ilaga, Kabupaten Puncak. Satu KKSB meninggal.
- Pada 16 Mei, kontak senjata terjadi di Ilaga. Dua KKSB meninggal dan satu terluka.
- Pada 18 Mei, dua prajurit TNI gugur setelah diserang di Distrik Dekai, Yahukimo.
- Pada 18 Mei, kontak senjata terjadi di Distrik Serambakon, Pegunungan Bintang. Empat prajurit terluka.
Sumber: Paparan Mekopolhukam.