REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Reuters, Mabruroh, Lintar Satria
Israel tidak menetapkan kerangka waktu untuk mengakhiri pertempuran di Gaza, ketika militernya terus menggempur wilayah kantong Palestina dengan serangan udara, sementara militan Hamas melancarkan serangan roket lintas perbatasan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak menyebutkan tentang penghentian pertempuran dalam sambutan publik pada pengarahan kepada duta besar asing untuk Israel, Rabu (19/5), dan mengatakan negaranya terlibat dalam "pencegahan paksa" untuk mencegah konflik pada masa depan dengan Hamas.
"Kami tidak menghitung waktu. Kami ingin mencapai tujuan operasi. Operasi sebelumnya berlangsung lama, jadi tidak mungkin menetapkan jangka waktu," kata Netanyahu dalam sambutannya yang dilaporkan oleh media Israel dalam sesi tanya jawab tertutup, Rabu.
Pejabat medis Palestina melaporkan, 219 orang telah tewas dalam 10 hari pengeboman udara yang telah menghancurkan jalan, bangunan dan infrastruktur lainnya, dan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza. Otoritas Israel menyebutkan korban tewas sebanyak 12 orang di Israel, di mana serangan roket berulang-ulang telah menyebabkan kepanikan dan membuat orang-orang bergegas ke tempat penampungan.
Upaya diplomatik regional dan yang dipimpin Amerika Serikat untuk mengamankan gencatan senjata telah meningkat, tetapi sejauh ini gagal. Dalam serangan selama 25 menit semalam, Israel membombardir sasaran, termasuk yang menurut militernya adalah terowongan di Jalur Gaza selatan yang digunakan oleh Hamas, kelompok Islam yang memerintah Gaza.
Sekitar 50 roket ditembakkan dari daerah kantong itu, kata militer Israel, dengan sirene berbunyi di kota pesisir Ashdod, selatan Tel Aviv, dan di daerah-daerah yang lebih dekat dengan perbatasan Gaza. Tidak ada laporan cedera atau kerusakan dalam semalam, tetapi tembakan roket selama berhari-hari telah meresahkan banyak orang Israel.
Berdasarkan Hampir 450 bangunan di Gaza yang berpenduduk padat telah hancur atau rusak parah, termasuk enam rumah sakit dan sembilan pusat kesehatan utama, dan lebih dari 52 ribu warga Palestina telah mengungsi, kata badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Israel, yang menuding Hamas dalam pertempuran terbaru, mengeklaim telah mengeluarkan peringatan untuk mengevakuasi bangunan yang akan ditembaki dan hanya menyerang apa yang dianggap sebagai target militer.
"Kami mencoba menargetkan mereka yang menargetkan kami. Dengan ketelitian tinggi," kata Netanyahu kepada para dubes asing.
"Seperti halnya operasi pembedahan, bahkan di ruang bedah di rumah sakit Anda tidak memiliki kemampuan untuk mencegah kerusakan tambahan di sekitar jaringan yang terkena dampak. Bahkan, Anda tidak bisa. Dan, tentunya dalam operasi militer Anda tidak bisa," ujar Netanyahu membenarkan serangan Israel.
Hamas mulai menembakkan roket sembilan hari lalu sebagai pembalasan atas apa yang disebut oleh mereka sebagai pelanggaran hak yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem selama bulan Ramadhan. Serangan roket itu dilancarkan menyusul bentrokan antara polisi keamanan Israel dan jamaah di Masjid al-Aqsha di Yerusalem, dan kasus pengadilan oleh pemukim Israel untuk mengusir warga Palestina dari lingkungan di Yerusalem Timur yang dicaplok Israel.
Prancis pada Selasa (18/5) menyerukan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB tentang kekerasan tersebut. Namun, resolusi itu kemudian dibatalkan oleh AS.
Meski AS membatalkan upaya resolusi DK PBB, pada Rabu (19/5), Presiden AS Joe Biden kembali menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dalam panggilan telepon tersebut, Biden mengharapkan pasukan Israel untuk menghentikan serangannya.
Dilansir dari Saudi Gazette pada Kamis (20/5), menurut pernyataan dari Gedung Putih, Presiden AS menyampaikan kepada Netanyahu bahwa bahwa, "Dia mengharapkan penurunan yang signifikan serangan menuju gencatan senjata."
Media Israel Channel 12 melaporkan, pejabat keamanan Israel memprediksi gencatan senjata di Jalur Gaza tidak akan terjadi sebelum hari Jumat (21/5). Pada Kamis (20/5), media Turki, Yeni Safak, juga melaporkan, pejabat Israel memprediksi serangan ke Gaza tidak akan berakhir sebelum Jumat besok.
Sebelumnya, pejabat senior Hamas memprediksi gencatan senjata akan tercapai beberapa hari lagi. Sumber dari pasukan keamanan Mesir mengatakan kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Setelah dibantu mediator, tapi detail negosiasinya masih belum diungkapkan.
Dilansir Haaretz pada Kamis (20/5), dalam 24 jam ke depan Israel akan memantau situasi dan menguji apakah gencatan senjata dapat dilakukan. Sejumlah menteri di kabinet telah menyarankan penangguhan operasi sepihak dengan asumsi Hamas akan mundur dari operasi militernya.