Kamis 20 May 2021 16:48 WIB

Perbankan Syariah Masih Hadapi Sederet Tantangan

Perbankan syariah harus siap meningkatkan dana murah via peningkatan tabungan wadiah.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Perbankan syariah masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan untuk bisa berkembang. Salah satu tantangan cukup berat yang dihadapi oleh perbankan syariah yaitu biaya dana yang masih terbilang mahal sehingga sulit bersaing dengan bank konvensional.
Foto: BSI
Perbankan syariah masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan untuk bisa berkembang. Salah satu tantangan cukup berat yang dihadapi oleh perbankan syariah yaitu biaya dana yang masih terbilang mahal sehingga sulit bersaing dengan bank konvensional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan untuk bisa berkembang. Salah satu tantangan cukup berat yang dihadapi oleh perbankan syariah yaitu biaya dana yang masih terbilang mahal sehingga sulit bersaing dengan bank konvensional. 

Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Mulya Effendi Siregar, menjelaskan struktur dana perbankan syariah rata-rata masih didominasi oleh deposito. Sementara porsi dana murah dari tabungan dan giro (CASA) masih sangat rendah. 

Baca Juga

"Kalau kita lihat sumber dana murah perbankan umum dikisaran 52-57 persen, sedangkan perbankan syariah dikisaran 37-48 persen. Ini artinya bank syariah beroperasi dengan dana mahal, tergantung sekali pada deposito," kata Mulya, Kamis (20/5). 

Untuk bisa bersaing, menurut Mulya, perbankan syariah harus siap meningkatkan dana murah melalui peningkatan tabungan wadiah. Perbankan syariah bisa menggunakan pendekatan yang baik kepada komunitas hijrah. 

Tanpa dana murah, Mulya menegaskan, perbankan syariah akan kesulitan untuk bersaing dengan perbankan umum. Menurut Mulya, BSI sendiri saat ini sudah bisa meningkatkan porsi dana murah. Di BSI, komposisi tabungan wadiah saat ini sebesar 33,41 persen dengan CASA sebesar 57,76 persen. 

Tantangan selanjutnya yang dihadapi perbankan syariah yaitu membidik dan melayani generasi milenial. Generasi milenial adalah pasar potensial bagi perbankan syariah karena sebagian besar penduduk Indonesia didominasi oleh generasi tersebut. 

Untuk itu, perbankan syariah dituntut mampu melayani kebutuhan generasi milenial. "Salah satu caranya yakni menyediakan layanan berbasis digital," ujar Mulya. 

Perbankan syariah juga harus siap dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prioritas yang gencar diwujudkan oleh pemerintah. Masifnya pembangunan tersebut tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. 

Pemerintah tidak bisa membiayai sendiri melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Oleh sebab itu, menurut Mulya, perbankan syariah harus siap mendukung pemerintah dalam berkontribusi pada pembiayaan infrastruktur. 

Selain itu, perbankan syariah juga harus siap membantu nazir dalam penghimpunan dana wakaf dan pemanfaatannya. Kesiapan perbankan syariah dengan dukungan IT yang mumpuni diharapkan dapat menguatkan peran perbankan syariah dalam menjamin keamanan dan transparansi pengelolaan dana wakaf. 

Terakhir, Mulya mrnambahkan, perbankan syariah harus siap menaikkan kelas UMKM. Peran UMKM terhadap ekonomi nasional sangatlah signifikan. Dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), salah satu program pemerintah adalah mendorong peningkatan daya tahan UMKM. 

"Perbankan syariah dalam hal ini harus siap dalam berkontribusi dalam membantu nasabah UMKM agar naik kelas," tutur Mulya. 

Sejauh ini, Mulya menjelaskan, kinerja perbankan syariah masih cukup baik dengan risiko yang terjaga. Hal tersebut karena didukung kondisi makro ekonomi yang cukup kondusif. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement