Jumat 21 May 2021 12:44 WIB

Lolos Safeguard, RI Berpeluang Ekspor Baja ke Kawasan Teluk

Produk baja Indonesia tidak mendapatkan pengenaan safeguard ke dalam wilayah Teluk.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Seorang pekerja mengecek baja lembaran di pabrik Hot Strip Mill PT Krakatau Steel. Peluang ekspor produk baja Indonesia di kawasan teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) semakin besar.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Ilustrasi Seorang pekerja mengecek baja lembaran di pabrik Hot Strip Mill PT Krakatau Steel. Peluang ekspor produk baja Indonesia di kawasan teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) semakin besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang ekspor produk baja Indonesia di kawasan teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) semakin besar. Hal ini ditandai dengan lolosnya produk baja Indonesia dari pengenaan safeguard atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).

Adapun negara- negara yang tergabung dalam GCC antara lain Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan Oman. Hasil laporan akhir penyelidikan Bureau of Technical Secretariat for Anti Injurious Practices in International Trade, otoritas penyelidik trade remedies GCC yang disirkulasikan pada Kamis (6/5), menyebutkan, produk baja asal Indonesia tidak mendapatkan pengenaan safeguard ke dalam wilayah GCC.

Baca Juga

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan, dengan lolosnya Indonesia dari pengenaan BMTP ini memberi peluang bagi eksportir baja Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke negara-negara teluk. “Pemerintah menyambut baik keputusan untuk mengecualikan produk baja Indonesia dari Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Hal ini memperbesar peluang bagi baja Indonesia untuk memasuki pasar kawasan teluk,” kata Lutfi dalam keterangan resminya diterima Republika.co.id, Jumat (21/5).

Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menyampaikan, pemerintah dan pelaku usaha selalu bekerja keras untuk menanggulangi setiap potensi yang menghambat akses pasar ekspor Indonesia.

“Pengecualian Indonesia dari pengenaan BMTP di negara-negara GCC adalah buah dari keseriusan Pemerintah dan perusahaan dalam membela kepentingan produk nasional,” ungkapnya.

Sebelumnya, Otoritas GCC melakukan penyelidikan safeguard sejak Oktober 2019 dan berlangsung selama 19 bulan. Penyelidikan diawali dengan pemeriksaan terhadap impor sembilan kelompok produk baja yaitu flat hot rolled coils and sheets, cold rolled flat steel coils and sheets, baja dengan lapisan metalik, baja dengan lapisan organik, reinforced steel bars and wire rod, circular, square and rectangular sticks and rod sections, angles and shapes, serta welded and seamless pipes and tubes.

Merespons hal ini, Kementerian Perdagangan mengidentifikasi aktifitas ekspor Indonesia pada produk flat hot rolled coils and sheets yang cukup besar ke wilayah GCC, sementara untuk produk lainnya kurang signifikan. Oleh karena itu, Kemendag mendorong produsen produk tersebut untuk kooperatif dalam penyelidikan dengan menjawab dan menyampaikan kuesioner penyelidikan.

Di tengah berjalannya penyelidikan, Otoritas GCC melakukan perubahan cakupan produk dalam penyelidikan. Dua kelompok baja yaitu flat hot rolled coils and sheets dan cold rolled flat steel coils and sheets dikeluarkan dari lingkup penyelidikan sehingga menyisakan tujuh kelompok baja hingga akhir penyelidikan. Perubahan cakupan produk yang diselidiki di tengah masa penyelidikan justru mengamankan posisi Indonesia.

Produk flat hot rolled coils and sheets yang pada 2019 menyumbang nilai ekspor sebesar USD 53,9 juta atau sebesar 69,5 persen dari total produk tidak lagi masuk dalam cakupan barang yang diselidiki. Hal ini juga menjadikan total ekspor Indonesia ke GCC menjadi terabaikan (negligible) karena berada di bawah ambang batas safeguard bagi negara berkembang yaitu sebesar 3 persen.

Otoritas dalam kesimpulannya merekomendasikan pengenaan BMTP terhadap impor tujuh kelompok produk baja selama tiga tahun dengan penjadwalan pengenaan 16 persen, 15,2 persen, dan 14,4 persen secara berturut-turut dari tahun pertama hingga tahun ketiga.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati menambahkan, Pemerintah pada banyak kesempatan telah menyampaikan posisi pembelaan atas penyelidikan safeguard. Pembelaan disampaikan mulai dari tanggapan awal inisiasi, temuan awal (preliminary finding), audiensi publik (public hearing), dan rencana perubahan cakupan produk.

“Perhatian kami terfokus pada luasnya cakupan barang yang diselidiki yang harus dianalisis secara wajar sesuai kelompok produknya. Kami memprotes Otoritas GCC saat mengetahui tindakan mereka yang menggabungkan seluruh produk yang memiliki karakteristik berbeda ke dalam single analysis. Hal ini tidak adil bahkan sangat bias hasil penyelidikannya,” katanya.

Pradnyawati melanjutkan, walaupun tetap pada keputusannya untuk menerapkan BMTP, Pemerintah Indonesia menghargai sikap Otoritas GCC. “Otoritas GCC telah mengubah cakupan produk sehingga menguntungkan posisi Indonesia dan menghormati status negara berkembang Indonesia sehingga memperoleh keistimewaan pengecualian atas dasar negligible import share,” lanjutnya.

Data Badan Pusat Statistik secara kumulatif menunjukkan nilai ekspor sembilan kelompok baja yang diselidiki ke negara GCC pada 2020 mencapai 73,4 juta dolar AS. Kinerja ekspor Indonesia sempat merosot pada periode Januari–Maret 2021 menjadi 10,5 juta dolar AS jika dibanding dengan periode yang sama pada 2020 yang mencapai 20,7 juta dolar AS.

“Pengecualian Indonesia dari BMTP GCC akan memberikan peluang yang sangat baik untuk melakukan peningkatan ekspor pada periode pemulihan ekonomi di masa depan,” kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement