Oleh : Imam Masjid New York, Ustadz Shamsi Ali
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Imam Masjid New York Ustadz Shamsi Ali mengatakan Ramadhan hendaknya tidak saja dijadikan sebagai bulan ritual rutinitas semata. Apalagi sekadar menjadi ajang (seolah) sedang hitung-hitungan dengan Allah SWT.
Ramadhan atau bulan puasa, sebagaimana ibadah-ibadah dalam islam lainnya, kerap disikapi secara terbatas dan parsial. "Saya menilai ini karena memang ada kesalahan umat dalam memandang Islam itu sendiri. Umat masih memandang Islam sebagai sekadar agama. Dalam artian Islam seolah hanyalah tuntunan ritual untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas. Padahal Islam adalah agama kehidupan atau agama yang menjadi petunjuk hidup secara menyeluruh (way of life),"ujar dia dalam pesan yang dikirim kepada Republika.co.id, Kamis (20/5).
Dan karenanya untuk membenahi kesalahpahaman tentang ibadah-ibadah ritual dalam Islam, menjadi penting bagi umat ini untuk membenarkan wawasan atau cara pandang tentang Islam itu sendiri. Bahwa Islam harusnya dipahami sebagai jalan hidup dan bukan sekadar tumpukan ritual yang kerap menjadi ritunitas hidup semata.
Dalam konteks inilah kemudian harusnya kita memahami puasa dan ibadah-ibadah lainnya dalam Islam. Bahwa puasa bukan sekadar amalan ritual yang terpisah dari hidup dan kehidupan manusia. Justru puasa menjadi bagian dari akar hidup seorang Muslim.
"Pada tataran ini pula saya selalu menekankan agar Ramadhan atau bulan puasa harus menjadi bulan pembelajaran (month of learnings). Bahkan harusnya menjadi bulan yang dapat membawa kepada perubahan mendasar (inherent change) dalam hidup manusia. Perubahan mendasar inilah yang saya istilahkan dengan transformasi hidup (life transformation)," jelas dia.
Beberapa bentuk transformasi yang harus terjadi selama Ramadhan itu, antara lain transformasi spiritualitas (spiritual transformation). Ketika kita mendefenisikan manusia maka manusia itu adalah “spiritual being in a physical body” (manusia adalah wujud spiritulitas yang bertengger pada wujud fisikalnya).
Ini menunjukkan bahwa kemanusiaan (insaniyat) itulah sesungguhnya yang menentukan siapa dan bagaimana manusia. Dan ketika kita berbicara tentang kemanusiaan (insaniyat) manusia maka esensinya ada pada aspek spiritulitasnya.