Sabtu 22 May 2021 05:07 WIB

LBH Jakarta: Peretasan Akun Pegawai KPK Bentuk Kemunduran

Sejumlah aktivis antikorupsi juga mengalami upaya peretasan akun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana (kanan) - ilustrasi
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana (kanan) - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nomor telepon penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, diduga mengalami upaya peretasan dengan secara tiba-tiba membuat akun Telegram pada Kamis (20/5) malam. Tak hanya Novel dan Sujarnako, sejumlah aktivis antikorupsi juga mengalami upaya peretasan saat melaksanakan konferensi pers daring bersama delapan mantan pimpinan KPK pada Senin (17/5) lalu. 

Upaya peretasan dialami oleh anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). 

Baca Juga

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana meminta Polri untuk mengusut dugaan peretasan yang dialami Novel hingga peneliti ICW. Dia menyebut, peretasan terhadap pegiat antikorupsi sering kali terjadi.

"Kepolisian harus segera mengusut dan menangkap pelakunya, tidak diam saja. Karena kasus peretasan sudah berulang terjadi, ini jelas fakta kemunduran demokrasi kita," kata Arif saat dikonfirmasi, Jumat (21/5).

Ia menduga peretasan pegawai KPK hingga pegiat antikorupsi dilakukan oleh pihak-pihak yang  berkepentingan. Terlebih belakangan ini, terdapat perlawanan dari pegawai KPK terkait kebijakan asesmen TWK yang merupakan syarat peralihan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Para pegawai yang gagal menjadi ASN diketahhi telah melaporkan lima pimpinan KPK yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Lili Pintauli Siregar, ke Dewan Pengawas KPK dan Ombudsman Republik Indonesia. Pelaporan itu karena Firli Bahuri Cs menonaktifkan 75 pegawai tersebut.

Arif pun kembali mengingat, peristiwa peretasan ini sempat terjadi pada 2019 lalu, saat gencar aksi massa Reformasi di Korupsi. Peretasan sempat terjadi ke sejumlah mahasiswa yang menolak revisi Undang-Undang KPK.

"Saya kira pelaku dan polanya sama persis ketika aksi reformasi di korupsi menolak revisi UU KPK yang melemakan KPK, para aktivis hingga mahasiswa mengalami peretasan," ujar Arif. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement