REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menegaskan aktivitas masyarakat sipil dan data pribadi harus dilindungi dari upaya peretasan.
"Masyarakat sipil merupakan elemen penting penyangga demokrasi yang sehat. Sepanjang dalam bingkai konstitusi dan regulasi, aktivitas masyarakat sipil harus dilindungi," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (22/5).
Pernyataan Jaleswari itu terkait sejumlah aktivis masyarakat sipil dan beberapa tokoh masyarakat yang menyatakan merasa terteror. Mereka mengalami peretasan atas nomor kontak pribadi dan akun media sosialnya, serta mendapat panggilan telepon bertubi-tubi dari nomor yang tidak dikenal.
Kejadian tersebut terjadi di berbagai kesempatan yang berbeda. Pada saat bersamaan terdapat informasi terjadinya kebocoran data penduduk yang diperjual belikan di dunia maya.
"Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan hal yang tidak kita harapkan bersama. Ini suatu hal yang meresahkan dan memprihatinkan," tegas Jaleswari.
Jaleswari mengatakan, masyarakat sipil berhak memberikan masukan dan kritik kepada pemerintah serta melakukan edukasi publik. Masyarakat sipil merupakan elemen penting penyangga demokrasi yang sehat.Dia mengatakan data pribadi penduduk juga harus dilindungi dan dijaga dengan baik.
Dugaan kebocoran data penduduk harus ditelusuri kebenarannya. "Para pihak harus bertanggungjawab jika kebocoran data penduduk terbukti. Harus diusut tuntas. Saat ini, Pemerintah mengajukan RUU Perlindungan Data Pribadi dan telah masuk Prolegnas 2021," jelasnya.
Jaleswari mendorong individu yang merasa mendapat ancaman, teror dan sejenisnya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk aktif melaporkannya kepada aparat penegak hukum agar dapat diambil tindakan.