REPUBLIKA.CO.ID, Berawal dari sayembara, Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor kerap mencetak para penghapal Alquran. Saat itu, Kepala Desa Bantarsari, Lukmanul Hakim membuat sayembara pada 2016 lalu untuk mencari remaja di Desa Bantarsari yang bisa menghafal Alquran sebanyak 30 juz.
Dalam sayembara tersebut, Lukman mengatakan, akan menghadiahi warga penghafal Alquran itu untuk berangkat umrah ke Makkah. Tak disangka, seorang remaja putri yang baru saja ditinggal meninggal oleh ayahnya, Riska Rahmantika, menjadi hafizah pertama di desa yang berisi 7.000 warga itu.
Di tahun yang sama, Lukman juga mendapat penghargaan desa terbaik di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bogor dan dihadiahi umroh untuk dua orang. Riska pun berangkat umrah di tahun itu.
“Saat saya jadi kepala desa, saya ingin memberikan suatu hal yang berbeda sentuhannya. Wilayah desa kami, masyarakat umumnya cenderung religius. Jadi saya angkat dari situ, saya kemudian mengikhtiarkan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk masyarakat. Saya sampaikan ke warga, saya mau memproklamirkan Desa Bantarsari jadi Desa Quran,” kata Lukman kepada Republika, Ahad (16/5).
Sejak saat itu, para hafiz dan hafizah di Desa Bantarsari menerima hadiah umrah tiap tahun pada Agustus, bertepatan dengan ulang tahun desa. Sejauh ini, Pemerintah Desa Bantarsari telah memberangkatkan lima orang hafiz dan hafizah untuk umrah karena hafalan Alqurannya.
Pada 2020 ada dua orang yang seharusnya berangkat umrah. Namun, niat baik mereka harus tertunda karena pandemi Covid-19. Selain memberangkatkan para hafiz dan hafizah untuk umroh, rangkaian lain dari program Desa Quran yang baru dilaksanakan pada 2021 yakni kegiatan Bayar Takjil Pakai Hafalan Quran.
Kegiatan ini bertepatan dengan 10 hari terakhir Ramadhan 1442 Hijriah, dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dalam program ini, seluruh warga beragama Islam di Desa Bantarsari bisa membeli takjil dengan menyetorkan hafalan kepada para hafiz dan hafizah, dan para guru mengaj, dari hari ke-21 hingga hari terakhir Ramadhan.
Dari kegiatan ini juga, Luqman bertujuan untuk memotivasi dan mengingatkan warga bahwa Alquran merupakan hal yang tidak boleh terpisahkan dari Umat Islam. Apalagi, bulan Ramadhan merupakan bulan dimana Allah menurunkan Alquran.
Sehingga ia mengajak warganya untuk mendekatkan diri dan membuat masyarakat terbiasa dengan kehadiran Alquran di kehidupan sehari-hari. Serta merasakan keberkahan dari Alquran.
“Saya amat sangat berharap program ini bisa berkesinambungan dan berkelanjutan. Karena untuk mengubah negeri ini, ubahlah dari desa. Program ini sebagian kecil untuk mendukung program pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyampaikan nilai kebangsaan dan keagamaan sesuai dengan budaya lokal,” ujar dia.
Sementara itu, hafizah pertama di Desa Bantarsari, Riska Rahmantika saat ini sudah berusia 21 tahun tengah menjalani studinya, di sebuah universitas di Jakarta. Riska menuturkan, saat itu, Kades Bantarsari Lukmanul Hakim mendengar dari ustaz di pondok pesantrennya karena dia telah menyelesaikan hapalannya.
“Karena dengar saya hafizah dan yatim, saat itu Pak Kades menghibahkan hadiah umrah dari pemerintah untuk saya,” tutur Riska.
Untuk berangkat umrah, Riska mengaku sempat kaget dan harus dibujuk kakak dan ibunya. Lantaran, Riska yang saat itu masih berusia belasan tahun belum mengerti apa yang harus dilakukan remaja seusianya di tanah suci Makkah. Kemudian, dia menerima hadiah tersebut.
Setelah Riska, berturut-turut ada lima orang yang menyusul dirinya menjadi hafiz dan diberangkatkan ke tanah suci Makkah di tahun-tahun berikutnya. Setelah lima tahun menjadi hafizah, dia mengaku, hal yang paling bermasalah dalam mempertahankan hafalan Alqurannya yakni murojaah.
Apalagi, menurutnya, setelah keluar dari pondok pesantren banyak godaan seperti televisi, ponsel, dan kondisi sekitar yang tidak kondusif. “Jadi masalahnya pada manage waktu buat murojaah. Tapi saya akalin, saya ambil waktu setelah sholat subuh dan maghrib,” ujar dia.