REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty yang sempat dilakukan pada 2016. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat kepada DPR RI untuk membahas Rancangan Undang-Undang perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), salah satunya tax amnesty.
Presiden Jokowi meminta DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan tata cara perpajakan, salah satunya tax amnesty. Aturan ini akan disusun dengan lebih luas dan fleksibel dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi.
Republika.co.id mencoba merangkum rencana ini yang menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, antara lain:
Cegah shortfall pajak
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H Maming menilai, hal ini akan mencegah shortfall penerimaan pajak pada tahun ini. Pihaknya pun siap bersinergi dengan pemerintah mendukung rencana tersebut.
"Kami dari anggota HIPMI akan mendorong pendapatan negara dari sektor perpajakan. Kami siap bersinergi dengan asosiasi dunia usaha untuk mendukung rencana pemerintah meluncurkan tax amnesty jilid II," kata Mardani dalam keterangan resmi seperti dikutip Senin (24/5).
Berdasarkan hasil hasil tax amnesty pertama tahun 2017 dapat menyerap sebanyak 956.793 wajib pajak dengan nilai harta yang diungkap sebesar Rp 4.854,63 triliun. "Seperti yang kita ketahui saat tax amnesty jilid I berlangsung, masih banyak dana yang terparkir di negara lain. Tentu, tax amnesty jilid II ini diperlukan, sebab dana tersebut seharusnya bisa menjadi modal investasi di dalam negeri," ungkapnya.
Dia menilai, jika tax amnesty jilid II digelar, semakin banyak uang yang akan masuk ke dalam negeri. Dampaknya pun akan meningkatkan likuiditas bank, investasi, dan juga pemasukan negara.
Investasi tersebut dapat berupa obligasi BUMN, investasi keuangan pada bank dalam negeri, dan obligasi perusahaan-perusahaan domestik. "Jika memang regulasinya dikeluarkan, tentu ini akan menjadi kesempatan buat para pengusaha di Indonesia menanamkan modalnya di dalam negeri yang turut juga membantu membangkitkan perekonomian," kata dia.
Bentuk reformasi pajak
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan, kebijakan reformasi pajak dinilai perlu lebih diprioritaskan daripada amnesti pajak (tax amnesty) jilid II. "Tax amnesty bukan jawaban yang tepat atas shortfall pajak. Pemerintah harus terus didukung agar fokus pada reformasi perpajakan," kata Andreas.
Menurut dia, reformasi perpajakan yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten dalam melaksanakan pengawasan kepatuhan.
Bantu dunia usaha
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyambut positif rencana pemerintah menggulirkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty lagi. Dia menyebut, tax amnesty kedua pada pemerintahan Presiden Jokowi akan memiliki efek ganda, yakni menutup kekurangan (shortfall) penerimaan pajak dan membantu dunia usaha.
"Saya punya keyakinan tax amnesty kedua adalah big bang tax incentive bagi dunia usaha dan para pengusaha untuk keluar dari resesi akibat pandemi," ucapnya.