REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Operasi Keamanan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Brigjen TNI Ferdinand Mahulette mengunjungi Bareskrim Polri pada Senin (24/5), dalam kapasitas sebagai ahli dalam rangka koordinasi masalah kebocoran data pribadi 279 juta warga negara Indonesia (WNI).
Ferdinand usai mendatangi Bareskrim Polri, menyebutkan pertemuan berlangsung di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. "Kami pertemuan di atas untuk berbicara masalah BPJS Kesehatan, kami menyampaikan dari kapasitas ahli," kata Ferdinand.
Ferdinand enggan mengungkapkan apa saja yang dibahas dalam pertemuan dengan Bareskrim Polri serta Siber Polri. Ia menyerahkan penjelasan terkait penyidikan dugaan kebocoran data pribadi 279 juta WNI kepada pihak kepolisian yang berwenang.
"Sebenarnya kami enggak punya kapasitas untuk ngomong itu," ucap Ferdinand.
Menurutnya, sampai saat ini pihaknya masih menyelidiki masalah kebocoran data tersebut. "Yang bisa kami sampaikan bahwa sampai saat ini kami masih penyelidikan. Kami tidak punya kapasitas untuk menjelaskan apa yang sudah kami temukan, nanti akan sampaikan," kata Ferdinand.
Saat ditanya apakah pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ferdinand menjawab tidak tahu. "Saya tidak tahu, kami cuma dengan Bareskrim Polri dari bagian Siber," kata Ferdinand.
Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Polri tengah menyelidiki kasus dugaan kebocoran data pribadi 279 juta WNI. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengagendakan pemanggilan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron untuk dimintai klarifikasinya, Senin (24/5).
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanda-tanda kedatangan Dirut BPJS Kesehatan ke Bareskrim Polri.Belakangan ini publik kembali menerima kabar kebocoran data pribadi. Sebanyak 1.000.000 data pribadi yang kemungkinan adalah data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diunggah (upload) di internet.
Akun bernama Kotz memberikan akses download (unduh) secara gratis untuk file sebesar 240 megabit (Mb) yang berisi 1.000.000 data pribadi masyarakat Indonesia. File tersebut dibagikan sejak 12 Mei 2021. Bahkan, dalam sepekan ini ramai menjadi perhatian publik. Akun tersebut mengklaim mempunyai lebih dari 270 juta data lainnya yang dijual seharga 6.000 dolar Amerika Serikat.