REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan masih terdapat banyak potensi peningkatan perdagangan Indonesia ke negara-negara EFTA pasca disepakatinya kerja sama perdagangan. Ia meminta ke depan, perlu ada kerja sama bisnis yang lebih gencar untuk bisa menggali seluruh potensi dagang.
"Perlu disadari saat ini sosialisasi masih kurang dan perlu dilakukan terutama sosialisasi sesuai kesempatan yang ada antara Indonesia dan negara-negara EFTA," kata Shinta dalam sosialisasi Indonesia-EFTA CEPA, Senin (24/5).
Seperti diketahui, Indonesia bersama Norwegia, Islandia, Swiss, dan Liechtenstein telah memiliki kerja sama perdagangan lewazt Indonesia–European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement atau Indonesia–EFTA CEPA.
Shinta menyebutkan, potensi ekspor ke Swiss misalnya sangat banyak yang belum tergali. Komoditas yang belum dimaksimalkan yakni seperti emas, kopi, sepatu, suku cadang kendaraan bermotor, dan pakaian jadi. "Kita belum memaksimalkan potensi yang ada dengan Swiss," ujarnya.
Sementara itu dengan Norwegia, Shinta menyebut, komoditas yang paling potensial dan bernilai besar yakni nikel yang telah diolah melalui smelter. Ia mencatat setidaknya total potensi nilai ekspor Nikel ke Norwegia per tahun bisa mencapai 118,9 juta dolar AS.
Selain itu ke Islandia, ia mengungkapkan negara tersebut memiliki industri perikanan laut yang besar. Namun tidak untuk industri perikanan darat atau air tawar. Sumber daya perikanan darat di Indonesia yang sangat besar semestinya bisa masuk ke pasar Islandia.
"Khususnya untuk udang, itu potensinya bisa mencapai 778 ribu dolar AS. Ini patut kita pelajari dengan detail," ujarnya.
Oleh karena itu, Shinta mengatakan, kalangan pengusaha harus peningkatkan kegiatan business matching untuk bisa menarik calon-calon pembeli dari negara-negara EFTA. Terlebih saat ini, ia menilai mulai terdapat peningkatan permintaan barang dan jasa dari pasar global.
Indonesia yang terkena dampak dari pandemi Covid-19 harus benar-benar memanfaatkan momentum pemulihan perdagangan dunia khususnya ekspor agar bisa menjadi pemantik peningkatan perekonomian.
"Memang nilai ekspor kita naik hingga April 2021. Tapi itu lebih disebabkan kenaikan harga, bulan volume. Volume ekspor cenderung masih rendah, karena itu kita harus memaksimalkan permintaan di tengah peningkatan harga," kata dia.