REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memprioritaskan penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM yang menimpa 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi buntut dari tes wawasan kebangsaan sebagai alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dalam konsep HAM, orang-orang yang melakukan upaya pemberantasan korupsi dapat dikatakan sebagai pembela HAM.
“Karena itu mereka mendapat prioritas dan penanganan dari Komnas HAM," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga di Jakarta, Senin (24/5).
Komnas HAM memastikan pemenuhan HAM terhadap 75 pegawai KPK terpenuhi dan tidak mengalami pelanggaran HAM. Atas persoalan yang sedang terjadi di lembaga antirasuah tersebut, Komnas HAM meminta semua pihak mencari solusi terbaik.
Pada saat bersamaan diharapkan tidak ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana dengan menyebarkan berbagai stereotipe, stigma, dan lain sebagainya. "Apalagi peretasan, ancaman, dan lain-lain," katanya.
Secara umum ia mengatakan setiap orang memiliki hak yang sama dan bebas dari diskriminasi karena terdapat hak yang tidak dapat dikurangi. Untuk menyelidiki permasalahan atau dugaan pelanggaran HAM di lembaga antirasuah itu, Komnas HAM telah menerbitkan standar norma pengaturan HAM. Hal itu akan digunakan dalam penilaian apakah benar terjadi pelanggaran atau tidak terhadap 75 pegawai KPK.
Sementara itu, salah seorang perwakilan wadah pegawai KPK Hotman Tambunan mengatakan laporan ke Komnas HAM merupakan upaya dalam menjaga harkat dan martabat. "Setidaknya kami melihat ada sekitar delapan hal yang bersifat pelanggaran HAM kepada kami sebagai pegawai KPK," ujar Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK tersebut.
Ia berharap ke depan tidak ada lagi stigma-stigma radikalisme, tidak setia kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun kebinekaan yang dialamatkan kepada pegawai KPK terutama 75 orang yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.