REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengeklaim pemecatan terhadap 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak merugikan. Dengan begitu, pemecatan tersebut tidak mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan pegawai.
"Tidak merugikan pegawai, bisa saja dia mendapat hak sebagai pegawai ketika dia diberhentikan. Dan, itu tidak akan langsung diberhentikan karena mereka sebagai pegawai KPK punya kontrak kerja," ujar Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam konferensi pers di kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5).
Meski mereka dipecat, menurut Haria, 51 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dan bela negara tersebut masih bekerja di KPK. Karena sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sampai dengan 1 November 2021 mendatang, lembaga antirasuah tersebut masih diperbolehkan memiliki pegawai non- ASN.
"Pada saat tanggal 1 November, semua pegawai KPK harus sudah menjadi ASN. Jadi, yang tidak TMS 51 orang ini itu nanti masih akan menjadi pegawai KPK sampai 1 November 2021," kata Haria menegaskan.
Selain itu, Haria menambahkan, pemecatan terhadap 51 pegawai KPK itu sudah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo. Selain berdasarkan Undang-Undang KPK, keputusan tersebut juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Jadi, ini ada dua undang-undang yang harus diikuti, tidak bisa hanya satu. Dua-duanya harus dipenuhi untuk bisa jadi ASN," ungkap Haria.