Rabu 26 May 2021 12:53 WIB

KPK Pecat 51 Pegawai, Usman: Tunggu Penyelidikan Komnas HAM

Amnesty International Indonesia minta KPK hentikan pemecatan 51 pegawai.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid
Foto: Republika/Flori Sidebang
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta agar pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihentikan. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan hingga penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM rampung dilakukan.

"Pemberhentian ini merupakan pelanggaran atas hak kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," kata Usman Hamid dalam keterangan, Selasa (25/5).

Baca Juga

Usman menilai kalau pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang memuat persoalan kepercayaan, agama dan pandangan politik pribadi tidak ada hubungannya dengan wawasan kebangsaan para peserta. Apalagi kompetensi mereka sebagai pegawai KPK.

Usman menegaskan, mengacu pada standar hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia, pekerja harus dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensi. Dia menilai bahwa pemberhentian yang dilakukan berdasarkan TWK jelas melanggar hak-hak sipil para pegawai dan juga hak-hak mereka sebagai pekerja.

"Karena itu kami mendesak pimpinan KPK untuk segera menghentikan proses pemberhentian 51 pegawai tersebut sambil menunggu hasil penyelidikan Komnas HAM yang sedang berjalan," tegasnya.

Selain itu, lembaga antirasuah juga diminta untuk bersikap transparan dan memberikan informasi yang jelas kepada publik tentang kriteria yang membuat 75 pegawai ini tidak lolos TWK. Begitu juga apa yang membedakan 51 pegawai yang diberhentikan dengan 24 pegawai yang akan diberikan 'pembinaan'.

"KPK harus menunjukkan transparansi dalam proses ini dan membuka pertanyaan-pertanyaan dalam TWK serta hasilnya kepada publik," ujarnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement