REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, korupsi pada era reformasi lebih meluas dibanding dengan era Orde Baru. Menurutnya, kini atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif, tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif, dan secara vertikal dari pusat sampai ke daerah.
"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal," kata Mahfud menjelaskan dalam keterangan tertulisnya yang Republika.co.id terima, Rabu (26/5).
Mahfud menjelaskan, perihal korupsi yang lebih meluas pada era reformasi sudah pihaknya katakan pada 2017. Dia menuturkan, ketika Orde Baru memang terjadi tindakan korupsi besar-besaran, tapi itu terkonsentasi dan diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan Presiden Soeharto.
"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan. Ini tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN," ujar Mahfud.
Namun, kata dia, ketika era reformasi harus diakui tindakan korupsi semakin meluas. Dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan pemerintah. Kini, sebelum APBN dan APBD ditetapkan, negosiasi-negosiasi proyek untuk APBN dan APBD itu sudah ada.
"Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD, jadi sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD," ungkap Mahfud.
Menurut Menteri Pertahanan era Gus Dur itu, banyak koruptor yang masuk penjara karena jual beli APBN dan peraturan daerah (perda). "Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan.
Menurut Mahfud, itu semua dilakukan atas nama demokrasi. Karena hal tersebut, pemerintah tidak mudah untuk menindaknya. Sebab, di dalam demokrasi pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya. Melihat itu, Mahfud mengaku paham dengan istilah “demokrasi kriminal” yang pernah dilontarkan oleh Rizal Ramli.
"Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif. Sebab, tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi," kata Mahfud menjelaskan.