Rabu 26 May 2021 13:21 WIB

Partai Boris Johnson Disebut Bermasalah dengan Islamofobia

Studi menyebut Partai Konservatif belum cukup aktif dalam menentang diskriminasi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kembali ke 10 Downing Street setelah menghadiri sesi Pertanyaan Perdana Menteri mingguan di parlemen di London, Rabu, 28 April 2021.
Foto: AP/Frank Augstein
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kembali ke 10 Downing Street setelah menghadiri sesi Pertanyaan Perdana Menteri mingguan di parlemen di London, Rabu, 28 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Laporan independen menyebut Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris dianggap menyebarkan Islamofobia dan rasisme terhadap Muslim. Menurut laporan, Islamofobia tetap menjadi masalah meski partai tersebut mengeklaim memiliki pendekatan tanpa toleransi terhadap diskriminasi.

Sebuah studi oleh Professor Swaran Singh yang diterbitkan pada Selasa (25/5) merekam bahwa sebagian besar diskriminasi dalam partai terkait dengan rasisme anti-Muslim. Awalnya, partai konservatif atau Tory Party menerima laporan 727 insiden diskriminasi dari awal 2015 hingga akhir 2020, dua pertiganya diduga Islamofobia.

Baca Juga

Professor Swaran Singh menuliskan laporan mengenai komentar yang dibuat oleh Perdana Menteri Boris Johnson sebagai tanggapan atas kritik penanganan diskriminasi dan pengaduannya. "Dilihat dari tingkat keluhan dan temuan pelanggaran oleh partai itu sendiri yang terkait dengan kata-kata dan perilaku anti-Muslim, sentimen anti-Muslim tetap menjadi masalah di dalam partai," tulis Singh dalam laporannya yang setebal 51 halaman dikutip laman Aljazirah, Rabu (26/5).

"Ini merusak partai dan mengasingkan sebagian besar masyarakat," tambah Singh yang pernah menjabat sebagai komisaris untuk Komisi Persamaan dan Hak Asasi Manusia Inggris.

Singh mengatakan Partai Konservatif belum cukup aktif dalam menentang diskriminasi. Menurutnya, prosedur pengaduan diskriminasi dan rasis perlu dirombak. "Sistem sanksi partai bagi mereka yang melanggar aturan tidak jelas," katanya.

Namun, ia juga mengeklaim bahwa tidak ada bukti bahwa pengaduan Islamofobia diperlakukan berbeda dari bentuk diskriminasi lainnya. Partai Konservatif mengatakan tengah mempertimbangkan rekomendasi laporan tersebut.

Dewan Muslim Inggris (MCB), badan payung Muslim terbesar di Inggris, mengatakan meski laporan Singh dengan benar mengakui bahwa Islamofobia telah menjadi masalah serius bagi Konservatif, tapi laporan gagal untuk mengakui akar penyebab kefanatikan ini.

"Penyelidikan terutama berkaitan dengan bentuk alih-alih substansi. Prosedur itu penting, tetapi perlu didukung dengan menangani masalah mendasar rasisme institusional," ujar Zara Mohammed, sekretaris jenderal MCB.

"Kami berharap ini menjadi titik awal refleksi diri partai itu sendiri," ujarnya menambahkan. Mantan menteri kabinet Konservatif Sajid Javid mengecam contoh menyedihkan dari sentimen anti-Muslim dalam laporan itu. Dia mendesak partainya untuk "tanpa syarat" mengadopsi rekomendasinya.

Pemimpin Partai Konservatif, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson terkenal pernah menulis kolom surat kabar pada 2018. Saat itu ia menganalogikan wanita yang mengenakan burqa seperti "berkeliling tampak seperti kotak surat" dan menyamakan penampilan mereka dengan "perampok bank".

Johnson membela artikel tersebut sebagai pembelaan liberal atas hak wanita Muslim untuk memilih apa yang dia kenakan. Johnson diwawancarai untuk penyelidikan Singh dan mengeluarkan permintaan maaf yang memenuhi syarat atas pelanggaran yang disebabkan oleh komentarnya di masa lalu tentang Islam.

"Saya tahu pelanggaran telah dilakukan pada hal-hal yang saya katakan, bahwa orang mengharapkan seseorang di posisi saya untuk melakukan sesuatu dengan benar, tetapi dalam jurnalisme Anda perlu menggunakan bahasa dengan bebas. Saya jelas-jelas minta maaf atas pelanggaran yang dilakukan," tulis laporan tersebut mengutip perkataan Johnson.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement