Rabu 26 May 2021 13:45 WIB

Uskup Agung Myanmar Minta Junta Hentikan Serangan ke Gereja

Empat orang meninggal ketika mencari perlindungan di gereja dalam pertempuran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Demonstran memegang plakat di luar kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama protes melawan kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Februari 2021. Junta militer Myanmar pada 16 Februari menghentikan layanan internet untuk hari kedua berturut-turut karena protes terus berlanjut meskipun pasukan telah dikerahkan dan kendaraan lapis baja di kota-kota besar.
Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Demonstran memegang plakat di luar kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama protes melawan kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Februari 2021. Junta militer Myanmar pada 16 Februari menghentikan layanan internet untuk hari kedua berturut-turut karena protes terus berlanjut meskipun pasukan telah dikerahkan dan kendaraan lapis baja di kota-kota besar.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pemimpin Katolik Roma Myanmar telah menyerukan agar serangan terhadap tempat-tempat ibadah diakhiri. Seruan ini mencuat akibat empat orang telah meninggal dan lebih dari delapan lainnya luka-luka ketika sekelompok yang sebagian besar wanita dan anak-anak mencari perlindungan di sebuah gereja selama pertempuran pekan ini.

"Dengan kesedihan dan rasa sakit yang luar biasa, kami mencatat penderitaan kami atas serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah, yang mencari perlindungan di Gereja Hati Kudus, Kayanthayar," kata Uskup Agung Yangon, Kardinal Charles Maung Bo, dalam sebuah surat yang diunggah di Twitter.

Baca Juga

Bo mengatakan Gereja di distrik Loikaw, ibu kota Negara Bagian Kayah yang berbatasan dengan Thailand, mengalami kerusakan parah selama serangan akhir pekan malam hari. Meski warga Myanmar didominasi Buddha, beberapa daerah termasuk Kayah memiliki komunitas Kristen yang besar.

"Tindakan kekerasan, termasuk penembakan terus menerus, menggunakan senjata berat pada kelompok ketakutan yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak telah menimbulkan korban," kata Bo.

Konflik antara tentara dan pasukan yang menentang militer telah meningkat dalam beberapa hari terakhir di Myanmar timur dekat perbatasan negara bagian Shan dan Kayah. Puluhan pasukan keamanan dan pejuang lokal meningga. Ribuan warga sipil juga telah meninggalkan rumah akibat pertempuran tersebut dan juga menderita korban jiwa.

"Ini perlu dihentikan. Kami mohon kepada kalian semua...mohon jangan meningkatkan perang," ujar Bo.

Bo berkata bahwa gereja, rumah sakit, dan sekolah dilindungi selama konflik oleh konvensi internasional. Dia mengatakan serangan itu telah mendorong orang untuk melarikan diri ke hutan dengan lebih dari 20.000 orang mengungsi dan sangat membutuhkan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan kebersihan.

Penduduk lain di daerah itu mencoba membantu orang-orang terlantar yang diperkirakan jumlah yang telah meninggalkan rumah sekarang meningkat. Sekitar 30.000 dan 50.000 dan masih menggunakan gereja untuk berlindung.

"Orang tua dan anak-anak ada di gereja. Semua gereja telah memasang bendera putih untuk menghentikan penembakan," kata warga yang mengungsi di gereja.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement