REPUBLIKA.CO.ID, Kalangan para pendidik dan sekolah yang dikelola NU, seperti yang tergabung dalam jaringan lembaga pendidikan Al Ma'arif terus berusaha keras agar siswa mentaati protokol kesehatan (Prokes) Covid-19. Bagi mereka tak ada kata jemu untuk mengingatkannya. Apalagi tahu bahwa pandemi ini telah memakan korban ulama dan santri dari kalangan Nahdliyin.
''Kami memang sudah tatap muka secara terbatas. Tapi prosedurnya sangat ketat. Kami jadwal pada setiap kelas hanya kapasitasnya untuk tatap muka hanya setengahnya saja. Itu pun masih dibagi karena antara masing-masing angkatan di buat terpisah. Misalnya, kelas 1 akan masuk Senin, kelas 2 akan masuk Selasa, kelas tiga akan masuk Rabu. Begitu seterusnya,'' kata Wakil Sekolah SMK Negeri Ma'arif 9 Kebumen, Hj Siti Rohmah, SE MPD, (26/5).
Menurut dia, tampaknya pertemuan belajar tatap muka harus dilakukan meski dengan aturan yang ketat dan dilakukan secara terbatas. Anak didik terlihat sudah jenuh terus menerus berada di rumah. Apalagi belajar daring bagi siswa sekolahnya punya banyak kendala.
''Siswa sekolah kami anak orang biasa. Mereka tak punya peralatan yang memadai untuk belajar daring. Apalagi daerah kami masih sangat sulit mendapatkan sinyal. Belum lagi para siswa tak punya 'hp' memadai, bahkan tak punya kuota. Jadi jangan harapkan bisa belajar seperti yang dimintakan Pak Jokowi itu. Kendala banyak sekali,'' katanya.
Yang paling nyata adalah terjadi perubahan perilaku. Dan ini tak hanya terjadi di kalangan siswa, pengajarnya pun mulai timbul kejenuhan.''Kalau siswa, maksimal kalau belajar secara daring pengikutnya hanya maksimal 50 persen. Lainnya tak bisa ikut dengan berbagai macam sebab. Bahkan kalau ada yang ikut banyak yang tidur,'' ujar Rohmah.
Maka untuk mengatasi hal itu satu-satu jalan adalah menyelenggarakan belajar secara tatap muda dengan memakai prosedur Prokes yang ketat. Jumlah siswa dibatasi dan digilir untuk tatap muka. Sebelum masuk sekolah mereka harus pakai masker, cuci tangan, dicek suhunya. Di dalam sekolah mereka dilarang berkerumun yang ini dilakukan dengan cara memperpendek jam istirahat belajar yang tak lebih 15 menit. Waktu belajar hanya dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00.
''Para guru dan sekolah sebagai lembaga juga harus konsekuen untuk mentatai prokes. Bagi guru misalnya tak boleh terlalu dekat dengan siswa ketika mengajar di kelas. Bagi siswa tak boleh keluyuran seenaknya di sekolah seperti dahulu. Semua harus diawasi. Bagi sekolah sebelum dan sesudah jam belajar maka ruangan kelas harus disterilkan. Dan sebenarnya aturan ini bisa ditegakkan sebab siswa kami sudah mengerti risikonya. Ini beda bila mereka masih TK atau SD,'' tambahnya.
Seorang pengawas pendidikan sekolah tingkat menengah di Kebumen, Rianingsih MPD, juga berkata senada. Pihaknya memang terus dan tetap meminta sekolah dan para guru agar mengawasi anak didiknya supaya taat aturan Prokes Covid-19. Dan ini penting sebab bagi sekolah swasta memang sebagian mulai belajar tatap muka secara terbatas. Namun bagi sekolah negeri yang ada di wilayahnya masih belum diizinkan.
''Jadi kini tantangannya ada pada murid dan guru. Para murid harus terus dan mau diingatkan agar taat prokes Covid-19 sebelum belajar tatap muka. Dan pihak guru serta sekolah konsisten mengawasinya,'' kata Ria.
Bagaimana Sekolah Tatap Muka?
Pemerintah menargetkan seluruh sekolah sudah mulai menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran 2021/2022, Juli mendatang. Sekolah tatap muka tetap dilakukan dengan protokol kesehatan ketat plus syarat vaksinasi bagi seluruh tenaga pendidik. Itu pun, tetap harus seizin orang tua murid.
Namun ada catatan yang perlu jadi perhatian. Jumlah kasus aktif Covid-19, termasuk juga angka kasus harian, dan angka kematian akibat Covid-19 menunjukkan konsistensi kenaikan dalam satu pekan terakhir. Hal ini diduga sebagai akibat dari naiknya mobilitas warga saat libur Lebaran lalu.
Dengan kondisi ini, bagaimana dengan rencana pembelajaran tatap muka?
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa pemerintah bersama satgas di daerah akan memastikan seluruh syarat sekolah tatap muka dipenuhi. Wiku sendiri tidak menjawab secara spesifik mengenai nasib sekolah tatap muka engan ancaman penularan yang justri semakin meningkat.
"Pemerintah dan satgas daerah akan memastikan seluruh kondisi tersebut terpenuhi sehingga PTM dapat dilakukan dengan aman, dan mampu mencegah risiko penularan," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (25/5).
Pada prinsipnya, ujar Wiku, pembelajaran tatap muka dilakukan dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Hingga Juli nanti, satgas daerah perlu memastikan seluruh syarat ini terpenuhi agar sekolah tatap muka bisa dijalankan dengan aman.
Diberitakan sebelumnya, data pemerintah menunjukkan bahwa angka kasus aktif terus naik sejak Rabu (19/5) pekan lalu sampai hari ini. Terakhir pada Selasa (25/5), jumlah kasus aktif Covid-19 nasional sebanyak 94.486 orang.
Padahal pada Selasa (18/5) lalu, jumlah kasus aktif sempat turun ke posisi terendah sejak awal 2021, yakni di angka 87.514 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, naiknya angka kasus aktif disebabkan jumlah kasus baru yang selalu lebih tinggi ketimbang jumlah pasien sembuh harian.
Fenomena lonjakan kasus aktif Covid-19 ini sudah terjadi hanya berselang sepekan pasca-Lebaran. Satgas sendiri sempat memproyeksikan bahwa imbas peningkatan mobilitas Lebaran baru bisa dirasakan paling tidak dua pekan setelah Lebaran.
Wiku menyampaikan, kenaikan kasus aktif nasional juga didukung oleh peningkatan kasus aktif Covid-19 di lingkup daerah. Sembilan provinsi mencatatkan kenaikan kasus aktif dalam sepekan terakhir, di antaranya DKI Jakarta, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Barat, NTB, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara.
Hanya saja, Wiku mengklaim bahwa lonjakan kasus aktif terjadi sejalan dengan peningkatan kapasitas testing Covid-19. Setelah sempat anjlok pada periode Lebaran, jumlah pemeriksaan dilaporkan kembali naik hingga 132 persen dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Ini merupakan jumlah testing tertinggi di Indonesia sejak awal pandemi," ujar Wiku.