REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirtipideksus Barekrim Polri akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPAT, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak perbankan. Koordinasi ini terkait kelanjutan penanganan kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta.
"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK OJK dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," kata Dirtipideksus Barekrim Polri Brigjen Helmy Santika dalam keterangan pers, Kamis (27/5)
Menurut Helmy, koordinasi diperlukan agar penyidik berhati-hati dalam menangani kasus Indosurya karena ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam proses penyidikannya. Saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli.
Hal ini perlu dilakukan karena penyidik juga harus mengakomodir korban-korban lain yang baru mengadukan Indosurya pada saat kasus ini mulai ditangani Bareskrim. “Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen,” ucapnya.
Selain itu, Helmy juga mengungkapkan, dalam proses penyidikan ternyata salah satu dari tiga tersangka mengajukan bukti baru. Kemudian tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Indosurya, yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya, Manager Direktur Koperasi Suwito Ayub, dan Head Admin June Indria. Juga menetapkan KSP Indosurya sebagai tersangka korporasi.
“Tersangka Henry Surya mengajukan bukti baru berupa putusan perjanjian perdamaian (Homologasi) atas gugatan PKPU,” ungkap Helmy.
Pada Juli 2020, hakim pengadilan niaga PN Jakpus Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutus pengesahan homologasi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dengan para kreditur.
Dikatakan Helmy, pihaknya memperhatikan setiap aturan hukum agar tak salah dalam administrasi penyidikannya. Termasuk, putusan PN Jakpus tentang PKPU yang harus diikuti meski dikesankan bahwa penyidikan berjalan lamban, namun sebenarnya masih on the track.
Sambung Helmy, proses penanganan kasus kejahatan investasi yang ditangani Bareskrim dan didalamnya ada Homologasi atas gugatan PKPU tidak hanya terjadi di kasus Indosurya. Kemudian dengan banyaknya korban atau pelapor dalam perkara tersebut.
“Jika kami mengunakan kacamata kuda, maka kasus ini sudah selesai dari dulu karena tersangka ada, korban ada, barang bukti ada dan saksi ada," tutur Helmy.
Namun, kata Helmy, penyidik juga harus mempertimbangkan kemanfaatan hukum dan mekanisme hukum lainnya. Di mana banyak korban yang mengharap kerugiannya dikembalikan begitu juga dengan adanya PKPU, sehingga penanganannya terkesan menjadi lambat.
Helmy juga menjelaskan, konsep penanganan terhadap perkara-perkara serupa akan sama, dimana kepentingan masyarakat atau korban yang lebih banyak akan lebih diutamakan. Maka proses penyidikan kasus Indosurya tetap berjalan dan sejauh ini sudah ada ratusan orang yang telah diperiksa penyidik.
"Sama juga dengan kasus-kasus kejahatan investasi seperti Asuransi Kresna, PT Jouska, Pikasa Group, Indosterling dan sejumlah kasus lainnya dengan jumlah korban banyak serta kerugian yang juga sangat besar,” tutup Helmy.