REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Polresta Tangerang meringkus dua orang tersangka yang terlibat dalam kasus aborsi yang dilakukan seorang wanita berinisial WP (34 tahun). Kedua tersangka adalah HT (38 tahun) yang diduga merupakan ayah dari bayi yang dikandung WP dan SW (43) yang merupakan penjual obat penggugur kandungan.
Kapolresta Tangerang Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro menuturkan, penangkapan kedua tersangka merupakan pengembangan dari kasus aborsi yang diperbuat WP, warga Pamulang, Tangerang Selatan yang telah masuk jeruji besi lebih dulu sebelumnya. Kasus itu ditangani oleh Polsek Balaraja, Polresta Tangerang.
“Tersangka HT selain diduga merupakan ayah dari bayi yang diaborsi, juga yang menyuruh tersangka WP untuk melakukan aborsi. Tersangka HT juga yang membiayai aborsi,” ujar Wahyu dalam keterangannya, dikutip Kamis (27/5).
Wahyu menjelaskan, HT yang diketahui merupakan pacar dari tersangka SW diamankan di kediamannya di Perum Baros Indah Permai, Desa Kadu Agung Barat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak. Sementara itu, SW dibekuk di tempat berjualannya di kawasan Lemahabang, Cikarang, Bekasi.
Di toko milik SW, polisi turut mengamankan barang bukti obat yang diduga penggugur kandungan berupa 17 butir pil Cytotec, 13 butir pil Opistan, 340 butir kapsul lancar haid, 14 butir pil Mefenamic Acid, 14 butir pil Amoxicillin, 7 butir pil Gastrul. “Petugas juga mengamankan barang bukti berbagai macam alat bantu seks, berbagai obat kuat, dan uang penjualan obat penggugur kandungan dari tersangka SW,” terangnya.
Wahyu menyebut, tersangka SW menawarkan jasa menjual obat penggugur kandungan melalui website di internet. Untuk meyakinkan, tersangka SW kerap memberikan testimoni dari orang-orang yang diklaim berhasil menggugurkan kandungan karena obat atau bantuan dari tersangka SW.
“Oleh karena itulah, tersangka WP atas perintah tersangka HT bergerak ke toko milik tersangka SW di Lemahabang untuk membeli obat penggugur kandungan,” kata dia.
Kasus aborsi tersebut terungkap melalui laporan dari dokter di salah satu klinik bersalin yang ada di wilayah Balaraja, Kabupaten Tangerang. Saat itu, tersangka WP bersama seorang temannya mendatangi klinik untuk melakukan persalinan. Pihak klinik curiga karena tersangka WP menolak dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap padahal usia kelahiran yang belum cukup bulan atau prematur.
“Akibat menolak dirujuk untuk mendapatkan penanganan medis lanjutan, bayi laki-laki itu pun meninggal dunia. Pihak klinik pun melaporkan peristiwa itu ke Polsek Balaraja,” ujar Wahyu.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 342 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.