REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kembali menyicil penyelesaian pembangunan Masjid Agung Bogor yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor pada tahun ini. Menilik laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bogor, proyek ini sudah mulai ditender awal Mei 2021.
Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor, Henny Nurliani mengatakan, tercatat ada empat perusahaan yang bersaing memperebutkan proyek dan sudah melakukan penawaran.
"Sudah ada empat perusahaan yang menyampaikan penawaran harga serta sudah menyampaikan jaminan penawaran. Pembukaan penawarannya sejak 21 Mei lalu," kata Henny, Kamis (27/5).
Lebih lanjut, Henny mengatakan, tahapan tender sudah memasuki masa evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis dan harga penawaran. Selain itu, dijadwalkan sudah ada pemenang pada 31 Mei mendatang.
"Kini sedang tahap evaluasi. Mudah-mudahan lancar dan ada yang lulus (evaluasi). Sehingga bisa ditetapkan pemenang sesuai jadwal dan segera terealisasi," ujarnya.
Berdasarkan data di laman LPSE Kota Bogor, empat perusahaan yang merebutkan proyek pembangunan lanjutan Masjid Agung Bogor yakni PT Hana Huberta, PT Mandiri Tri Bintang, PT Gelora Megah Sejahtera dan PT Debitindo Jaya. Penawaran tersebut dimulai dari kisaran harga Rp 30,2 miliar hingga Rp 31,5 miliar.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan, lelang yang sedang dilakukan untuk pembangunan Masjid Agung tersebut berupa lelang pelaksana dan pengawas. Ditargetkan, awal Juli 2021 pembangunan sudah bisa dimulai.
Dedie menuturkan, pembangunan lanjutan Masjid Agung Bogor pada 2021 ini menggunakan dana sebesar Rp 32 miliar. Dimana dana tersebut difokuskan untuk pembangunan konstruksi atap.
“Insya Allah tahun ini ada anggaran sekitar Rp 32 miliar yang akan kita fokuskan untuk pembangunan konstruksi atap. Diperkirakan awal Juli sudah bisa dimulai,” ujar Dedie.
Pada masa sebelum dia dilantik menjadi Wakil Wali Kota Bogor, Dedie mempertanyakan kendala yang dialami Pemkot Bogor dalam melanjutkan pembangunan Masjid Agung Bogor. Diketahui, saat itu terdapat perubahan konstruksi yang mengakibatkan perubahan desain dan teknis yang akhirnya tidak bisa dilanjutkan.
Oleh karena itu, kata Dedie, Pemkot Bogor meminta solusi ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terhadap konstruksi pembangunan Masjid Agung Bogor. Sehingga kemudian mendapatkan prioritas penanganan konstruksi.
Setelah itu, sambung dia, ditunjuk komite keselamatan konstruksinuntuk melakukan penghitungan ulang. Dalam waktu enam hingga delapan bulan, keluar rekomendasi yang menunjukkan atap masjid tidak boleh menumpu badan konstruksi lama.
“Jadi ini yang harus kita perhatikan. Karena kalau menumpu pada konstruksi lama, tentu ada kekhawatiran apabila terjadi gempa bumi, kemudian tidak kuat nanti malah terjadi bencana. Padahal konstruksi masjid itu kekuatannya harus 1,5 sampai 2 kalau lipat. Itu yang kemudian harus dihitung ulang,” jelasnya.