REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyebutkan, berdasarkan data lembaganya, sekitar 1.500 warga negara Indonesia (WNI) telah menjadi teroris lintas batas atau foreign terrorist fighters (FTF). Boy mengatakan, 800 orang di antaranya belum pulang.
"FTF asal Indonesia, seperti perkiraan Satgas FTF BNPT, total ada 1.500 orang, dengan rincian 800 orang belum pulang, meninggal dunia 100 orang, dideportasi sudah sampai di Indonesia sebanyak 550 orang, dan returning 50 orang," kata Boy Rafli dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/5).
Boy menjelaskan proses hukum sedang dilakukan terhadap 120 deportan dan returning sejak 2015 terkait tindak pidana atau pendanaan terorisme. Menurutnya, terhadap deportan dan returning yang tidak menjalani proses hukum, menjalani program deradikalisasi yang melibatkan Balai Rehabilitasi Sosial dan Anak yang memerlukan perlindungan khusus.
"Lalu terkait tahap reintegrasi ke masyarakat dilakukan dengan pengawasan terbuka dan tertutup. Pengawasan terbuka dilakukan dengan kunjungan bagi profil yang dianggap kooperatif dan tertutup dilakukan melalui surveilans berbasis teknologi informasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelaksanaan pemantauan terhadap profil deportan dan returning akan dievaluasi untuk melihat tingkat radikalisme, target, dan menentukan skala prioritas dalam menentukan target. Boy menjelaskan, rencananya BNPT akan pergi ke Suriah dan Irak untuk melakukan assessment terhadap WNI yang menjadi FTF dan dilaporkan terhadap Presiden terkait apakah layak dilakukan repatriasi ke Indonesia.
"Kami seharusnya ke Suriah dan Irak untuk assessment, namun menunggu sinyal karena kondisi pandemi Covid-19," katanya.
Raker Komisi III DPR RI tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh dan diikuti para anggota Komisi III DPR yang hadir secara luring dan daring.