REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam diri Nabi Muhammad SAW terdapat nilai-nilai keteladanan yang bisa dipetik oleh umat Islam hingga kini. Niai-nilai keteladanan tersebut menembus berbagai dimensi, mulai dari teologis, spiritual, politik, sosial-ekonomi, hingga sastra dan budaya.
Namun, salah satu dimensi yang selama ini sering dieksplorasi dan diserap adalah dimensi akhlak. Padahal, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Nabi dalam salah satu haditsnya yang populer bahwa beliau diutus semata-mata untuk membenahi dan menyempurnakan akhlak umatnya.
Dalam bukunya yang berjudul Menyegarkan Islam Kita, Husein Ja’far Al Hadar menjelaskan, akhlak mendapat porsi khusus dan dominan dalam misi kenabian Muhammad, karena akhlak merupakan ornamen utama dan mendasar dalam doktrin Islam dan tata kehidupan umat, khususnya umat Islam.
Dalam doktrin Islam, sebagaimana dipaparkan secara utuh oleh Jalaluddin Rakhmat dalam karyanya yang berjudul Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih, tanpa mengurangi keyakinan tentang pentingnya fikih, sesungguhnya posisi akhlak berada di atas fikih.