REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan saat ini perbankan masih mempunyai ruang untuk menurunkan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit ini guna membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional.
"Memang Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) turun cukup signifikan di Februari akhir. Jadi ketika kita mengeluarkan kebijakan transparansi suku bunga, itu segera direspons SBDK-nya turun 0,98 persen di Februari tapi suku bunga kredit baru di bulan berikutnya hanya turun 0,48 persen. Sehingga kalau kita lihat secara tahunan SBDK turunnya sekitar 1,74 persen atau 174 basis poin tapi ini total suku bunga kredit baru hanya turun 0,59 persen. Artinya masih ada ruang untuk bank menurunkan," ujar Juda dalam webinar bertajuk "Peran Kebijakan Makroprudensial dalam Pemulihan Ekonomi" di Jakarta, Jumat (28/5).
Kebijakan transparansi suku bunga merupakan salah satu upaya untuk mendorong pemulihan ekonomi. Juda menekankan pemulihan ekonomi akan berjalan lambat apabila suku bunga kredit tidak turun.
Bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate cukup signifikan hingga saat ini berada di level 3,5 persen."Sebenarnya bank-bank sudah melaporkan mengenai SBDK kepada OJK. Jadi sebenarnya BI cuma melakukan assessment. Kita lihat di Februari kenapa tidak turun-turun, itu karena komponen SBDK yang juga dilaporkan ke OJK, ternyata profit margin masih tinggi dan justru mengalami peningkatan. Overhead cost juga sudah mulai turun dengan adanya efisiensi dengan digitalisasi segala macam. Ini yang kemudian kita dorong kita transparan lah ke publik. Dengan transparansi ini, Alhamdulillah terutama bank-bank pemerintah sudah menurunkan SBDK-nya cukup signifikan," papar Juda.
Juda menjelaskan SBDK merupakan semacam indikatif atau komitmen suku bunga kredit yang akan diberikan oleh bank kepada nasabah. Meski demikian, lanjut dia, SBDK perbankan memang sudah turun tapi turunnya belum cukup signifikan.
"Kami lihat overhead cost sudah turun tapi di faktor-faktor seperti risiko dan profit margin yang seringkali masih sangat rigid. Itu yang perlu direspons perbankan. Memang kita tahu resiiko kredit masih ada, tapi kita tidak bisa chicken and egg, kita tunggu sektor riil bergerak baru perbankan bergerak. Kita harus bergerak bersama dari sisi supply dan demand," ujar Juda.
Juda juga mengatakan suku bunga kredit perbankan sekarang masih di 9,57 persen, sementara suku bunga deposito yang sangat fleksibel dalam merespons kebijakan moneter longgar, sekarang berada di level 3,64 persen."Artinya apa? Bukannya malah turun, sekarang spread-nya masih mengalami peningkatan. Jadi tidak heran kalau NIM-nya masih cukup tinggi," kata Juda.
Net Interest Margin (NIM) perbankan saat ini masih terjaga di kisaran 4,53 persen, masih yang paling tinggi di antara negara-negara di Asia seperti Singapura dan Malaysia yang NIM-nya hanya di kisaran 1,4 dan 1,5 persen.