Produksi Padi di Kabupaten Merauke Terus Digenjot
Red: Fernan Rahadi
Kementerian pertanian cetak sawah baru di Kabupaten Merauke | Foto:
REPUBLIKA.CO.ID, MERAUKE - Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Wasur terus berupaya menggenjot produksi padi di wilayah kerjanya, yaitu Distrik Merauke. Selama ini, distrik tersebut dikenal sebagai salah satu Distrik pemasok padi dan cukup memberikan konstribusi bagi Kabupaten Merauke dengan luas lahan 2.368 hektare.
Pasokan ini membuat Kabupaten Merauke, yang memiliki luas lahan baku sawah seluas 34.357 hektare, dikenal sebagai penghasil padi terbesar di Papua. Upaya ini mendapat dukungan dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menurutnya, petani didampingi penyuluh harus tetap produktif di tengah pandemi Covid-19.
"Tetaplah bekerja dengan mematuhi protokol kesehatan meskipun diketahui lahan pertanian tergolong zona hijau, karena paparan sinar matahari diyakini ampuh menangkal virus corona," kata Syahrul.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, mengingatkan bahwa kebersamaan petani dan penyuluh merupakan wujud sinergitas Kostratani di lapangan. Apresiasinya kepada pemangku kebijakan di Merauke menggerakkan sektor pertanian. "Penyuluh untuk harus meningkatkan kapasitasnya agar dapat menjadi sumber inspirasi petani yang maju, mandiri dan modern," katanya.
Distrik Merauke sebagian besar sudah menerapkan indeks pertanaman (IP) 200, dengan menggunakan varietas padi Inpari 32; Inpari 9; Inpago 8; Siam-Siam dan Kabir 07.
Menurut Koordinator BPP Wasur, Sunaryo, pada Musim Tanam 2021 seluruh Penyuluh melaporkan hasil ubinannya. Hasilnya diketahui jika Varietas Inpari 32 rata-rata 5,9 ton per hektare; Inpari 9 rata-rata 4,9 ton per hektare; Inpago 8 rata-rata 4,3 ton per hektare; Siam-siam rata-rata 6 ton per hektare dan Kabir 07 rata-rata 6.8 ton per hektare dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP).
Menurut Sunaryo, produktivitas padi tersebut masih dapat ditingkatkan lagi karena potensi dari varietas yang digunakan bisa mencapai lebih dari 10 ton per hektare GKP.
"Hal ini disebabkan masih banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam berbudidaya padi diantaranya ketersedian pupuk di lokasi yang terbatas menyebabkan pemupukan tidak sesuai dengan anjuran. Selain itu, masalah tata kelola air yang harus terus dibenahi sehingga kemasaman tanah dapat dikendalikan karena biasanya pada Musim Rendegan (MT II) lahan terendam dan kemasaman tanah atau pH bisa mencapai dibawah lima," katanya.