Sabtu 29 May 2021 06:17 WIB

Pemerintah Diminta Jamin Harga Kedelai Bagi Masyarakat

Operasi pasar telah dilakukan sejak Desember 2020 setelah harga kedelai terus naik

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja menyelesaikan pembuatan Tahu Cibuntu di Industri Rumahan di Bandung, Jawa Barat, Senin (24/5/2021). Sejumlah industri pembuatan tahu di Sentra Tahu Cibuntu berencana melakukan mogok produksi mulai dari tanggal 28-30 mei mendatang akibat tingginya harga kedelai yang mencapai Rp11 ribu perkilo yang membuat kenaikan harga tahu menjadi Rp60 ribu per papan.
Foto: Antara/Novrian Arbi
Pekerja menyelesaikan pembuatan Tahu Cibuntu di Industri Rumahan di Bandung, Jawa Barat, Senin (24/5/2021). Sejumlah industri pembuatan tahu di Sentra Tahu Cibuntu berencana melakukan mogok produksi mulai dari tanggal 28-30 mei mendatang akibat tingginya harga kedelai yang mencapai Rp11 ribu perkilo yang membuat kenaikan harga tahu menjadi Rp60 ribu per papan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Setelah Idul Fitri 1442 Hijriah harga kedelai terus mengalami kenaikan. Sehingga, berdampak terhadap operasional pengrajin tahu dan tempe di Kota Bandung. Sebagian pedagang berencana melaksanakan mogok beroperasi dan sebagian lagi akan menaikkan harga jual tahu dan tempe.

Menanggapi hal ini, Gubenur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, dengan naiknya harga kedelai ini, sebenarnya ia sudah melakukan antisipasi. "Saya antisipasi dengan diskusi dengan menteri pertanian. Memang biografis kita ngga cocok menanam hal-hal seperti itu secara maksimal ya," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan, Jumat (28/5).

Sehingga, kata dia, yang penting ada jaminan dari Bulog dan Kementrian pertanian harga dilapangan bisa terjangkau. "Karena kasian pengerajin tahu tempe," katanya

Sebelumnya, menurut Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Eem Sujaemah, sejak Januari 2021 lalu pihaknya bersama Satgas Pangan, Dinas Ketahan Pangan dan Peternakan, juga Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menggelar operasi pasar sesuai arahan Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian. 

Operasi pasar dilakukan mengingat harga jual kedelai di pasaran sejak Desember 2020 terus mengalami kenaikan. Namun, kata Eem, upaya operasi pasar ini tidak bisa memenuhi kebutuhan produsen yang terus tinggi, sementara pasokan impor kedelai semakin susut. Tingginya kebutuhan kedelai dalam negeri tidak bisa diimbangi oleh besaran pasokan dari importir. 

“Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan importir lagi susah, Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan. Kedelai di kita ada, tidak langka namun harganya mencapai Rp10.500—Rp10.700 per kilogram,” ujar Eem kepada wartawan di Bandung, Kamis (27/5).

Eem mengatakan, kedelai berbeda dengan komoditas lain mengingat masih mengandalkan pada impor. Masalah ini, terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Pihaknya, saat ini masih menunggu arahan dan kebijakan teknis dari Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian terkait solusi agar urusan kedelai ini tidak terjadi kelangkaan. 

Disperindag Jabar pun memastikan, kata dia, bahwa dari informasi yang didapat dari Gakoptindo, tidak ada perintah agar produsen tempe dan tahu melakukan mogok produksi. “Mungkin ada yang mogok tapi tidak semuanya, pemerintah tidak tinggal diam kok,” katanya.

Salah satu solusi dari Gakoptindo pada para produsen menurut Eem adalah produsen tidak mogok produksi dan disarankan untuk menaikan harga jual maksimal 30 persen. “Kalau tahu tempe naik 30 persen, itu tidak akan jadi masalah, secara organisasi Gakoptindo tidak menyarankan libur produksi, kalau dia mogok implikasinya malah akan lebih banyak,” kata Eem. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement