Jumat 28 May 2021 18:36 WIB

Penjagaan Ketat Gedung KPK, Wujud Nyala Nyali KPK?

Gedung KPK hari ini didemo massa pro dan kontra pemecatan 51 pegawai.

Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5). Aksi ruwatan itu dilakukan sebagai kritik terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri yang dinilai telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap 75 pegawai KPK dengan melakukan penonaktifan dan pemberhentian kepada 51 pegawai tersebut serta nasib pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin tunduk kepada oligarki. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5). Aksi ruwatan itu dilakukan sebagai kritik terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri yang dinilai telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap 75 pegawai KPK dengan melakukan penonaktifan dan pemberhentian kepada 51 pegawai tersebut serta nasib pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin tunduk kepada oligarki. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Ali Mansur, Rizkyan Adiyudha, Antara

Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijaga ketat aparat kepolisian dan TNI. Tadi siang, aparat kepolisian terlihat menerjunkan mobil water canon dan mobil pengurai massa (raisa) di depan gedung KPK. Jalan di depan kantor lembaga anti rasuah itu juga disterilkan. Kendaraan tidak diperbolehkan melintas dan jika ada kendaraan yang terlanjur melintas diminta putar balik.

Baca Juga

Penjagaan ketat disebut dilakukan karena ada aksi unjuk rasa di KPK. Salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang menggelar aksi bertajuk 'Ruwatan Aksi untuk KPK'. Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), namun menilai penjagaan ketat aparat keamanan di depan Gedung Merah Putih KPK memperlihatkan kualitas nyali Pimpinan KPK. Pada Jumat (28/5),

"Bungker dan tameng melalui penjagaan aparat keamanan yang berlebihan justru kian memperlihatkan kualitas nyala nyalimu serta hal itu tak akan pernah bisa melindungi diri dari kehancuran legitimasi," kata BW kepada Republika, Jumat (28/5).

BW juga mempertanyakan ketakutan pimpinan KPK terhadap unjuk rasa yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Padahal, kata dia, Koalisi lah yang selama ini menjaga dan membesarkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Apakah ini pertanda nyalinya tak lagi menyala karena publik tak lagi percaya dan pimpinan KPK tak bisa lagi dipercaya?" kata BW. "Yang menegakkan marwah dan kehormatan KPK adalah ruh integritas dan profesionalitas tanpa batas yang terus menerus dijaga izzahnya," tambahnya.

Ia pun menyeru kepada pimpinan KPK untuk menghadapi para pengunjuk rasa guna menunjukkan kelas mereka dalam memimpin lembaga antirasuah. "Publik mempertanyakan upaya pemberantasan, apakah sikap sok kuasa, angkuh, politisasi dan dugaan terus menerus meninggikan kedunguan akal sehat bisa memberantas korupsi?" tegasnya.

Sejumlah perwakilan masyarakat sipil antikorupsi menggelar aksi dengan tema "Ruwatan rakyat untuk KPK"  di Gedung ACLC KPK . Dari pantauan, peserta aksi menggunakan topeng wajah milik empat Dewas KPK dan satu orang menggunakan topeng wajah Firli Bahuri. Keempat Dewas itu Tumpak Hatorangan Panggabean, Syamsuddin Haris, Albertina Ho dan Harjono

Dalam aksi itu dinyalakan juga dupa dengan beberapa sajen yang telah disiapkan. Mereka juga menggelar aksi teatrikal dengan memegang sapu dan melempari keempat Dewas dan Firli dengan bunga.

Mereka juga memegangi beberapa poster dengan berbagai macam tulisan. "Aksi meruwat KPK sendiri untuk menghilangkan roh-roh jahat dari berbagai kalangan, utamanya pemerintah dan orang-orang di belakanganya terhadap KPK," ujar Perwakilan dari peserta aksi Rakyat Peruwat KPK, Sinta kepada wartawan, Jumat (28/5).

Sinta menyebut situasi KPK saat ini sedang dalam keadaan darurat. Dan dengan aksi Ruwatan itu dimaksudkan untuk memberi peringatan pada rakyat dan pemerintah bahwa anak kandung reformasi dalam hal ini KPK harusnya dibersihkan dari niat jahat dan kedaulatan rakyat harus kembali kepada rakyat.

"Karena kebijakan-kebijakan saat ini sudah didominasi kepentingan oligarki, oleh karena itu saatnya nyalakan tanda bahaya," ungkapnya.

Permasalahan KPK, lanjut Sinta, bukan hanya terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) tapi bermula dari revisi undang-undang KPK tahun 2019. "Publik harus mengetahui bahwa bukan hanya kami yang perlu membersihkan KPK, rakyat juga perlu melakukan itu dengan memberi peringatan bahwa KPK sedang tidak baik-baik saja," tegasnya.

Aksi unjuk rasa di KPK tidak hanya dilakukan pihak yang kontra keputusan pemecatan 51 pegawai. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengaku tak heran dengan adanya gelombang dukungan masyarakat memberhentikan 51 pegawai yang tidak lolos asesmen TWK. Pada Jumat (28/5) siang hingga sore, puluhan orang melakukan aksi unjuk rasa, ada yang menentang kebijakan pimpinan KPK, adapula yang justru mendukung aturan peralihan status kepegawaian KPK tersebut.

"ICW tidak lagi kaget melihat adanya demonstran yang tiba-tiba menyuarakan dukungan terhadap Tes Wawasan Kebangsaan dan diikuti dengan desakan untuk memberhentikan 51 pegawai KPK," kata Kurnia dalam  keterangannya, Jumat (28/5).

Sebab, lanjut Kurnia, pola seperti ini selalu berulang setiap ada pelemahan terhadap KPK. "Misalnya, dulu, sempat ada demonstrasi mendukung calon pimpinan KPK yang melanggar kode etik, mendorong Revisi UU KPK, mendesak pemenjaraan Novel Baswedan, dan kali ini mereka sepakat dengan pemberhentian 51 pegawai KPK, " ujar Kurnia.

Kurnia menambahkan, praktik itu pun kian melengkapi apa yang selama ini terjadi. Mulai dari pengerahan buzzer di media sosial untuk menutup kritik publik, peretasan alat komunikasi aktivis, dan terakhir upaya mengganggu aksi penolakan TWK KPK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement