REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti membuat peta materi gelap terbesar. Materi gelap adalah materi tak terlihat yang diperkirakan mencapai 80 persen dari total materi alam semesta.
Saat materi membentuk kurva ruang waktu, para astronom memetakan keberadaannya dengan melihat cahaya yang bergerak ke Bumi dari galaksi yang jauh. Jika cahaya terdistorsi, ini berarti ada materi di latar depan, menekuk cahaya yang datang.
Sebuah tim yang dipimpin oleh para peneliti di University College of London (UCL), sebagai bagian dari Survei Energi Gelap (DES), menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis gambar dari 100 juta galaksi, melihat bentuknya, bintik-bintik cahaya yang terdiri dari 10 galaksi atau lebih piksel, untuk melihat apakah ini telah diregangkan.
Peta baru, representasi dari semua materi yang terdeteksi di latar depan galaksi yang diamati, menutupi seperempat langit belahan selatan Bumi. Analisis baru dari tiga tahun pertama survei DES menunjukkan materi didistribusikan ke seluruh alam semesta dengan cara yang konsisten dengan prediksi dalam model kosmologi standar, model alam semesta terbaik saat ini.
Para peneliti juga menemukan petunjuk seperti survei sebelumnya, alam semesta mungkin beberapa persen lebih ‘halus’ dibanding yang diperkirakan. Prediksi ini berasal dari analisis sisa cahaya dari Big Bang.
Rekan penulis utama studi, Niall Jeffrey dilansir The Independent, Jumat (28/5) mengatakan sebagain besar materi di alam semesta adalah materi gelap. Karena itu, sangat menakjubkan melihat sekilas struktur luas dan tersembunyi ini di sebagian besar langit malam.
Struktur ini terungkap menggunakan bentuk terdistorsi dari ratusan juta galaksi jauh dengan foto dari Kamera Energi Gelap di Chili. Para peneliti melihat pola yang sama seperti materi yang terlihat saja, di mana struktur jaring dengan gumpalan materi padat dipisahkan oleh rongga kosong yang besar.
“Mengamati struktur skala kosmik ini dapat membantu kami menjawab pertanyaan mendasar tentang alam semesta,” jelas Jeffrey.
Rekan penulis studi, Ofer Lahav mengatakan galaksi yang terlihat terbentuk di wilayah materi gelap paling padat. Saat melihat langit malam, cahaya galaksi terlihat, tetapi bukan materi gelap di sekitarnya, melainkan cahaya seperti kota di malam hari.
Dengan menghitung bagaimana gravitasi mendistorsi cahaya, teknik yang dikenal sebagai pelensaan gravitasi, gambaran keseluruhan didapatkan, baik materi yang terlihat maupun yang tidak. Ini kemudian membawa orang-orang memahami dari apa alam semesta tercipta dan bagaimana proses evolusi terjadi.
"Ini juga menunjukkan kekuatan metode kecerdasan buatan untuk menganalisis salah satu kumpulan data terbesar dalam astronomi,” jelas Lahav.
Peta tersebut dijelaskan dalam makalah baru yang diunggah di situs DES dan akan diterbitkan dalam Royal Astronomical Society.