REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi yang dilakukan UNESCO oleh International Center for Journalists (ICFJ) menemukan jurnalis wanita Arab, pribumi dan beragama Yahudi secara tidak proporsional menjadi sasaran kekerasan melalui media sosial. Tren kekerasan online yang ditemukan, antara lain, doxing, Islamofobia, dan kebencian terhadap perempuan, hingga ancaman pembunuhan terhadap jurnalis perempuan.
"Wartawan wanita kulit hitam, pribumi, Yahudi, Arab, dan lesbian yang berpartisipasi dalam survei dan wawancara kami mengalami tingkat tertinggi dan dampak paling parah dari kekerasan online,” tulis laporan itu yang dikutip di Al Araby, Sabtu (29/5).
Survei ini menunjukkan 73 persen jurnalis perempuan mengalami kekerasan online, 25 persen perempuan mengalami ancaman pembunuhan, 18 persen mengalami kekerasan seksual. Selain itu, hampir setengah dari wanita yang disurvei mengalami pelecehan melalui pesan pribadi (48 persen), 14 persen pernah diretas, dan banyak orang terdekat mereka yang diancam dengan kekerasan.
Kekerasan online terhadap jurnalis perempuan berujung dari serangan berskala besar atau ancaman ekstrem yang terisolasi, hingga pembakaran yang lambat dari jaringan gaslighting, yang melibatkan pelecehan tingkat rendah tanpa henti. Jurnalis Lebanon Ghada Oueiss, presenter bahasa Arab Aljazirah, mengungkapkan dia telah menjadi target kekerasan online.
"(Setiap hari saya mengudara), saya akan menerima e-mail Aljazirah saya, dan entah karena entah bagaimana e-mail itu bocor, dan ancaman kematian yang justru saya terima,” katanya seperti dikutip dalam laporan itu.