REPUBLIKA.CO.ID, RWANDA -- Pekan lalu, letusan Gunung berapi Nyiragongo di Republik Demokratik Kongo (DRC) menewaskan lebih dari 30 orang dan menghancurkan ribuan rumah. Khawatir gunung akan erupsi lagi, ribuan warga mengungsi ke negara tetangga, Rwanda.
Presiden Rwanda Paul Kagame telah menyuarakan keprihatinannya bahwa daerah tersebut memiliki sarana terbatas untuk masuk.
"Kami membutuhkan dukungan global yang mendesak untuk terus memantau, mengetahui apa yang sedang terjadi. Dan kami sudah melihat juga tanda-tanda di pihak kami, di kota-kota di perbatasan, berdekatan dengan Goma, Rubavu, Gisenyi. Sudah ada rumah-rumah yang telah dihancurkan oleh gempa bumi, jalan raya, infrastruktur. Orang-orang mengungsi," kata Kagame dikutip Africanews, Sabtu (29/5).
Masuknya kamp-kamp itu membuat Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan pemerintah Rwanda khawatir tentang wabah virus corona. Kamp itu dikelilingi oleh polisi. Mereka diperintahkan untuk memastikan para pengungsi tidak bergabung dengan populasi umum dan menyebarkan virus apa pun.
"Hanya mereka yang ingin kembali ke DRC yang dapat pergi dan mereka digiring kembali ke perbatasan dan diizinkan pergi," kata polisi itu kepada AFP.
Seorang pejabat dari kementerian manajemen darurat, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan saat ini ada cukup persediaan makanan, air, dan obat-obatan. Namun, kondisi ini bisa berubah karena lebih banyak orang datang ke Rwanda.
"Untuk saat ini kami tidak tahu bagaimana situasi akan berkembang atau untuk berapa lama para pengungsi akan tinggal di Rwanda, tetapi untuk saat ini kami memiliki kapasitas yang diperlukan untuk tanggapan awal," kata petugas hubungan eksternal UNHCR Rwanda, Elise Laura Villechalane.
Beberapa dari mereka yang melarikan diri dari bencana ini telah dibawa ke kamp lain yang lebih kecil sekitar 28 kilometer dari perbatasan.
Gunung Nyiragongo terakhir kali meletus pada 2002 dan menewaskan lebih dari 100 orang. Distrik Rubavu Rwanda, yang berbatasan dengan DRC, juga terkena dampak serius letusan itu, dengan serentetan gempa bumi mengguncang daerah itu sejak Sabtu (22/5) pekan kemarin.
Getaran bahkan terasa di ibu kota Kigali, sekitar 90 kilometer (85 mil) jauhnya. Beberapa jalan ditutup karena retakan besar di aspal, sementara lebih dari 1.200 rumah hancur.