Ahad 30 May 2021 11:19 WIB

Jabar Sebar Telur Ayam di Daerah Rawan Stunting

Saat ini ada 14 daerah rawan stunting di Jawa Barat.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
 Ketua TP PKK Jabar Atalia Praratya Ridwan Kamil
Foto: Humas Jabar
Ketua TP PKK Jabar Atalia Praratya Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jawa Barat menyebarkan 5.000 paket ayam untuk kabupaten/kota di Bandung Raya guna sebagai upaya pencegahan kecebolan pada anak atau stunting menuju Jabar Zero Stunting 2023.  Dalam 5.000 paket tersebut 50 ribu butir telur ayam kaya protein untuk diberikan kepada anak. Diharapkan ini menjadi stimulus keluarga menjaga kebutuhan protein pada anak-anaknya hingga besar. 

Saat ini ada 14 daerah rawan stunting di Jabar. Menjadi target kali ini Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Bandung Barat. Masing-masing mendapat 1.000 paket ayam.  

Baca Juga

Menurut Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil, kali ini pihaknya fokus di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Paket- paket ayam tersebut digulirkan di Bandung Barat setelah acara Jabar Punya Informasi (Japri) dengan tema stunting di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Sabtu (29/5).   

Menurut Atalia, upaya seperti ini perlu konsisten dilakukan di kabupaten/kota guna menurunkan angka stunting di daerah masing-masing. Saat ini angka stunting di Jabar menurun. Pada 2019 tercatat angka stuntung Jabar 31,1, kini sudah menurun di angka 26,6. 

Atalia mengatakan, ada tiga hal yang perlu disosialisasikan dan diedukasi kepada masyarakat, yakni pola makan, pola asuh, dan pola sanitasi. Pembagian 5.000 paket ayam ini masuk aspek pola makan. Menurutnya, asupan protein pada anak harus tetap terjaga dan tidak kalah penting 1.000 hari pertama kehidupan bayi. 

Yakni, kata dia, mulai dari hamil, menyusui diberikan air susu ibu eksklusif selama 6 bulan. Setelah itu diberikan makanan pendaming air susu ibu  (MPASI), lalu Penjaminan Mutu Pendidikan (PMP). “Jadi semuanya diberikan edukasi yang lengkap, supaya anak-anak ini tumbuh kembangnya bisa terpantau,” ujar Atalia.  

Pendataan ibu dan anak terintegrasi dan terdigitalisasi, kata Atalia, juga harus dimiliki kabupaten/kota. Data harus terbuka ke publik sehingga transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi. “Seperti di Sumedang, kemarin saya lihat datanya sudah baik sekali. Mereka punya e-Government (Sumedang ommand Center) yang sangat mumpuni sehingga (data stunting) dapat diketahui by name by adress,” katanya.

Atalia juga meminta kabupaten/kota memperkuat posisi posyandu secara kelembagaan dan kader-kadernya supaya militan memgedukasi masyarakat. Dalam pelaksanaannya posyandu bekerja sama dengan PKK kecamatan/kelurahan. 

“Penggerakannya bisa dilakukan bersama dengan stakeholders. Karena jejaring di masyararakat itu banyak sekali termasuk karang taruna, teman-teman dari dinsos,” katanya. 

Menurut Atalia, stunting bukan hanya persoalan desa atau kota tapi pengetahuan masyarakat perihal kesehatan ibu dan anak. Wilayah metropolitan seperti Kota Bandung sekalipun, sebut Atalia, masih ditemukan kasus stunting. “Ini lebih kepada pengetahuan keluarga dan kebiasaan yang diberikan keluarga,” katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement