REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) masih memproses laporan dari perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK). Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya pada Selasa (18/5), mereka menerima laporan lima pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran etik.
"Tentang TWK, kami sudah menerima pengaduan dari perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat) dan saat ini sedang kami lakukan pemeriksaan. Pengaduannya menyangkut pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam menerbitkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah TWK itu," kata Tumpak di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK Jakarta, Senin (31/5).
Tumpak mengatakan, saat ini, Dewas DKI terus mengumpulkan bahan keterangan terkait dengan dugaan pelanggaran etik tersebut. "Untuk itu, kami sudah mengumpulkan bahan keterangan dan akan berlanjut terus karena ini banyak yang akan dilakukan pemeriksaan," ucapnya.
Lima pimpinan KPK yang dilaporkan adalah Ketua KPK Firli Bahuri serta empat wakil ketua, yaitu Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Nawawi Pomolango.
"Semua pimpinan karena sebagaimana diketahui bahwa SK (Nomor) 652 ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kami berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK, Hotman Tambunan selaku perwakilan pegawai di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (18/5).
Surat keputusan (SK) itu tentang hasil TWK pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN). Dia menyebutkan, ada tiga hal berkaitan dengan pelaporan terhadap lima pimpinan KPK tersebut.
"Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal," kata Hotman.
Alasan kedua, dia menyinggung soal materi tes wawancara dalam TWK tersebut yang janggal. Alasan terakhir, kata Hotman, terkait dengan pimpinan KPK yang sewenang-wenang dalam mengambil keputusan.