REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta semua pihak untuk menghentikan stigma tidak Pancasilais terhadap 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Karena, stigma tidak Pancasilais, tak hanya berpengaruh terhadap karier dan individu pihak yang distigma, tetapi juga dapat menghancurkan anak cucu mereka.
"Sejak awal Komnas HAM memberikan atensi terhadap stigma dan kami mengingatkan hentikan soal stigma terhadap semua kelompok termasuk yang mengikuti tes ini. Karena stigma itu tidak hanya menghancurkan orang saat ini tetapi juga menghancurkan anak cucunya," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam di Komnas HAM, Jakarta, Senin (31/5).
Anam menjelaskan, Komnas HAM banyak menangani perkara yang berkaitan dengan stigmatisasi yang bisa berdampak pada kehidupan yang luas seperti kepidanaan, keperdataan hingga administrasi.
"Di Komnas HAM kasus soal stigma itu banyak sekali. Ada yang memang dulunya dia kena, anaknya juga kena, bahkan cucunya juga kena. Kedua, tidak hanya soal fisik tapi juga status hukum yang lain, soal keperdataan dan lain sebagainya. Itu gara-gara stigma," ujarnya.
Oleh karenanya, Komnas HAM, meminta setiap pihak untuk menghentikan stigmatisasi, termasuk stigma tidak Pancasilais terhadap para pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Ia menekankan, stigma merupakan kejahatan yang sangat mendalam, serius dan berimplikasi panjang.
"Tidak hanya menimpa kita, menimpa lingkungan kita, menimpa banyak hal nantinya. Dan itu harus kita hindari secara bersama-sama," tegasnya.
Diketahui, hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan-RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus, sementara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).