REPUBLIKA.CO.ID, VICTORIA -- Petani Australia Norman Moeris mengangkat terpal pelindung yang menutupi panen gandumnya yang berharga pada malam yang dingin, namun hanya bisa mendapati sekelompok tikus yang bergerombol dan segera kabur.
Moeris adalah salah satu dari ribuan petani di beberapa daerah di negara bagian New South Wales, Queensland dan Victoria di Australia yang berurusan dengan wabah hama tikus yang merusak tanaman, menggerogoti peralatan pertanian, dan peralatan rumah tangga, serta menyebabkan pemadaman listrik dan menyerbu pasar-pasar swalayan.
"Biji-bijian ada di sini, tetapi tikus baru saja merusaknya. (Kami) mungkin hanya akan menggali lubang dan menguburnya. Itu sudah tidak layak untuk memberi makan ternak karena takut malah bisa membunuh ternak," kata Moeris.
Bagi Moeris dan petani lainnya di Australia, waktu terjadinya wabah hama tikus itu sangat memilukan, yang disebabkan oleh hujan lebat dalam beberapa bulan terakhir yang telah mengurangi kekeringan terburuk di negara itu dalam beberapa tahun. Cuaca basah tidak hanya membantu menghasilkan panen tanaman biji-bijian terbesar yang pernah ada di Australia, tetapi juga menyediakan makanan yang cukup bagi tikus, sehingga memicu siklus reproduksi mereka yang cepat.
Moeris menanam gandum, jelai, oat, buncis, dan kacang panjang, dan memelihara 900 domba merino di lahan seluas 2.800 hektar di pertaniannya dekat Gilgandra, 430 kilometer di barat laut Sydney. Pria berusia 65 tahun itu mengatakan dia telah kehilangan panen biji-bijian senilai 130.000 dolar Australia (sekitar Rp 1,43 miliar) karena wabah tikus, menyusul hilangnya sekitar 2.100 domba selama tiga tahun masa kekeringan. Namun, Moeris tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi hal itu.
Meskipun telah memasang pengumpanan perimeter di sekitar padang dan meletakkan perangkap serta ember air di sekitar rumah, tikus terus berdatangan. "Hanya saja, setelah kemarau panjang, tikus-tikus itu sekarang menjadi masalah terbesar. Kami sudah pernah jatuh sampai berlutut, kemudian kami bangun sedikit, sekarang kami kembali berlutut akibat tikus," kata Moeris.
Pemerintah negara bagian New South Wales pada awal Mei menawarkan umpan gratis kepada petani untuk membasmi para hewan pengerat itu, tetapi sejauh ini menolak seruan dari beberapa pihak untuk mengizinkan penggunaan bromadiolone, yaitu racun yang saat ini dilarang digunakan di Australia. Beberapa petani dan pemerhati lingkungan telah memperingatkan konsekuensi yang tidak diinginkan dari penggunaan bromadiolone terhadap hewan-hewan asli di Australia.
Moeris tidak punya pilihan selain terus maju. "Apa yang bisa kamu lakukan? Melakukan hal ini lagi pada musim semi mendatang, dan berharap kepada Tuhan semuanya berlalu. Kami akan melakukannya lagi, tikus akan kembali dalam beberapa tahun lagi dan kami mungkin akan melakukannya lagi. Itulah kehidupan Australia," ucapnya.